REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, memanggil tiga orang dosennya yang diduga mendukung organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Rektor ITS Prof Joni Hermana mengatakan, pihaknya sudah melakukan konfirmasi terhadap ketiga dosen tersebut dan ketiganya bergabung dengan HTI.
"Mereka mengatakan hanya dimintai pendapat secara pribadi, tidak ada penjelasan bahwa itu dikemas dan diviralkan. Mereka juga keberatan. Karena itu, mereka menyatakan penyesalannya," kata dia setelah rilis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di Universitas Airlangga, Surabaya, Selasa (8/5).
Meski telah melakukan klarifikasi, ITS, kata Joni, tetap akan membentuk Tim Pemantau Pelanggaran (TPP) untuk mengetahui apa yang dilakukan terdapat unsur kesengajaan atau tidak.
"Tim ini dari perwakilan berbagai jurusan. Nanti tim itu akan mengusulkan kepada saya selaku rektor untuk menentukan hukuman sesuai bobot pelanggaran," tuturnya.
Baca juga: PTUN Tolak Gugatan Hizbut Tahrir Indonesia
Selain itu, Joni mengatakan, ITS berhati-hati dalam masalah ini sebelum hasil dari tim TPP keluar. Menurut dia, hal itu bisa saja itu dilakukan oleh orang tidak bertanggung jawab hingga viral atau ada unsur lain.
"Tapi dalam hal ini ITS tegas, kalau memang pelanggaran berat, paling tidak mereka akan dicopot dari jabatannya," katanya.
Sebelumnya, Senin (7/5) kemarin, tiga buah gambar viral di media sosial Twitter. Tiap-tiap gambar tersebut menunjukkan foto yang disebut sebagai dosen ITS, yakni Guru Besar Teknologi Kelautan Prof Daniel M Rosyid PhD, Kepala Laboratorium Teknik Fisika Andi Rahmadiansah ST MT, dan Kepala Program Studi Pascasarjana Teknik Material Lukman Noerochim PhD.
Gambar tiga orang tersebut disertai tulisan dukungan pada HTI dan menolak pembubaran organisasi yang ingin mendirikan negara khilafah di Indonesia. Dalam gambar itu juga tertera tagar #HTILayakMenang, #DukungHTIUntukIslam, #DukungHTIUntukUmat, dan #DukungHTIUntukDakwahdanKhilafah.
Dalam foto yang tertulis nama Daniel M Rosyid, tertera tulisan bahwa pencabutan BHP HTI oleh pemerintah mengada-ada dan sebuah upaya untuk menekan kebebasan berkumpul dan menyatakan pendapat, sambil mengaburkan ancaman yang sebenarnya sudah dan sedang terjadi atas NKRI, yaitu neokolonialisme.