Rabu 25 Apr 2018 13:38 WIB

KPK Cermati Dugaan Pencucian Uang dalam Perkara Setnov

Persidangan mengungkap penerimaan uang kepada Novanto seolah-olah tak terkait proyek.

Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait kasus suap Bupati Kebumen di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/1).
Foto: Antara/Aprillio Akbar
Juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah memberikan keterangan pers terkait kasus suap Bupati Kebumen di gedung KPK, Jakarta, Selasa (23/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mencermati lebih lanjut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam perkara korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-el) dengan terdakwa Setya Novanto. Hal itu setelah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Novanto dengan hukuman 15 tahun penjara. 

"KPK akan mencermati hal tersebut. Setelah putusan ini, tentu akan kami lihat isi dari putusan dan fakta-fakta lain apakah akan diperhatikan. Apakah terkait KPK akan masuk ke dugaan tindak kejahatan TPPU atau tidak," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Rabu (25/4).

Dalam perkara ini, Setnov divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan. Dia juga diwajibkan membayar uang pengganti 7,3 juta dolar AS (sekitar Rp 65,7 miliar dengan kurs Rp 9.000 per dolar AS saat itu) dikurangi Rp 5 miliar yang sudah dikembalikan.

Menurut Febri, dalam persidangan terungkap bahwa penerimaan uang kepada Novanto melalui Irvanto Hendra Pambudi dan Made Oka Masagung dibuat seolah-olah tidak terkait proyek KTP-el.

"Kemarin sudah disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum bahwa kalau dilihat dari alur perpindahan uang sampai pada dugaan penerimaan uang melalui Irvanto dan Made Oka, kemudian dibuat kamuflase seolah-olah uang tersebut tidak terkait proyek KTP-El. Tentu itu kami dalami juga," kata Febri.

photo
Terdakwa kasus tindak pidana korupsi KTP Elektronik Setya Novanto usai berdiskusi dengan penasehat hukum saat menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4). (Republika/Iman Firmansyah)

Dalam persidangan, aliran uang itu terungkap berasal dari berbagai tempat penukaran mata uang asing atau money changer. Febri menyatakan KPK juga terbantu dengan keterangan sejumlah pihak yang telah menjadi justice collaborator (JC) terkait putusan terhadap Novanto itu.

"Jadi, posisi JC kami pandang cukup penting dalam pengungkapan sebuah kasus korupsi. Oleh sebab itu, kami berharap semua pihak punya cara pandang dan visi yang sama serta seimbang. JC dibutuhkan kalau kita berbicara tentang kasus-kasus korupsi yang kompleks dan membutuhkan ketelitian yang lebih," tuturnya. 

Setya Novanto divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider tiga bulan kurungan karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi pengadaan KTP-elektronik tahun anggaran 2011-2012. Ketua Majelis Hakim Yanto menyatakan terdakwa Setya Novanto telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama seperti dakwaan kedua. 

Vonis itu berdasarkan dakwaan kedua dari Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. “Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 15 tahun dan denda Rp 500 juta dengan ketentuan bila tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Yanto di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa (24/4).

photo
Ekpresi istri terdakwa Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor saat menghadiri sidang putusan Setya Novanto di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Selasa (24/4). (Republika/Iman Firmansyah)

Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan membayar uang pengganti sebesar 7,3 juta dolar AS dikurangi dengan uang yang dikembalikan sebesar Rp 5 miliar selambat-lambatnya satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika dalam waktu tersebut tidak dibayar maka harta benda terdakwa disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. 

“Dalam hal terdakwa tidak punya harta yang cukup untuk membayar uang pengganti, terdakwa dipidana penjara selama dua tahun," tambah hakim Yanto.

Vonis lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang menuntut agar Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Jaksa juga menuntut Novanto membayar uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar subsider 3 tahun penjara.

Majelis hakim yang terdiri atas Yanto sebagai ketua majelis hakim dengan anggota majelis Frangki Tambuwun, Emilia Djajasubagja, Anwar dan Sukartono juga mencabut hak politik terdakwa untuk menduduki jabatan tertentu selama beberapa waktu. "Mencabut hak terdakwa dalam menduduki jabatan publik selama lima tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan," ungkap hakim Yanto.

Hakim pun menolak permohonan Setya Novanto sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum (justice collaborator) seperti dalam tuntutan JPU KPK.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement