REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyaknya korban jiwa tewas akibat menenggak miras oplosan, salah sati faktornya adalah karena salahnya pergaulan. Selain itu, fenomena tersebut merupakan cara mereka (penikmat miras oplosan) mengekspresikan diri untuk lari dari tekanan kemiskinan.
"Ini salah satu masalah sosial yang perlu diwaspadai," kata Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Sodiq Mudjahid menanggapi kasus minuman keras (miras) oplosan yang telah menelan banyak korban jiwa belakangan hari ini.
Kepada Republika.co.id, Senin (23/4), politikus Partai Gerindra tersebut beranggapan jumlah produksi yang meningkat menyebabkan miras oplosan menjadi pasar tersendiri di kalangan masyarakat menengah. Hal itu dibuktikan dengan munculnya produsen oplosan di beberapa daerah.
"Semua stakeholders masyarakat harus peduli terhadap hal ini. Berikan edukasi oleh tokoh-tokoh dan pengawasan mulai dari RT dan seterusnya sampai dengan ujungnya aparat kepolisian," katanya.
Sebelumnya Kadiv Humas Polri Inspektur Jenderal Polisi Setyo Wasisto mendesak DPR untuk segera membuat undang-undang terkait pengawasan minuman beralkohol. Menanggapi desakkan tersebut, Sodiq mengaku, DPR masih membahas Rancangan Undang-undang Minuman Beralkohol (RUU Minol), namun RUU yang dibahas sejak 2015 lalu hingga kini belum juga diketuk palu. "Masih ada beberapa beda pandangan," ujarnya.
RUU Minol adalah RUU inisiatif DPR yang masuk Prolegnas Prioritas sejak 2015. RUU ini juga sebenarnya sudah mulai dibahas sejak DPR periode 2009-2014. Dalam RUU Minol ini, minuman beralkohol dilarang diproduksi, diedarkan, dan dikonsumsi kecuali untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang sangat terbatas, misalnya kebutuhan farmasi, ritual adat, keagamaan, serta wisata.