Senin 23 Apr 2018 08:58 WIB

Suropati Syndicate: JK Masih Berpeluang Dampingi Jokowi 2019

Secara politik, belum ada yang sekomplet Jusuf Kalla

Narasumber diskusi yang digelar Suropati Syndicate, Ahad (22/4).
Narasumber diskusi yang digelar Suropati Syndicate, Ahad (22/4).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Antusiasme publik untuk mengetahui siapa calon wakil presiden (cawapres) yang akan mendampingi Joko Widodo (Jokowi) pada pilpres 2019 dinilai cukup tinggi. Pasalnya, Jokowi masih dianggap memiliki kans yang besar untuk bisa terpilih kembali pada pilpres 2019. 

Dalam diskusi yang digelar Suropati Syndicate untuk membahas kualifikasi pendamping Jokowi terungkap bahwa cawapres mendatang memiliki tugas berat. Apalagi, standardisasi Jusuf Kalla (JK) sebagai wakil presiden dalam hal politik, kedekatan dengan kelompok-kelompok Islam, pengetahuan soal ekonomi, dan ikon Indonesia timur. Keberhasilan Jokowi tentu tidak dapat lepas dari peran JK.

 

Diskusi yang dilakukan di wilayah Imam Bonjol, Jakarta Pusat, Ahad (22/4), itu menghadirkan pembicara Herman Khaeron sebagai anggota DPR Fraksi Demokrat, Ikramah Masloman dari Lingkaran Survey Indonesia, Ilham Akbar Mustafa selaku peneliti dari Suropati Syndicate, dan dimoderatori oleh Muktamar Umakaapa. 

Diskusi interaktif yang disiarkan ke seluruh Indonesia ini menghadirkan beberapa rumusan dan pertimbangan kepada Jokowi dalam memilih tandem yang tepat.

Seperti pada pandangan Ilham Akbar Mustafa bahwa posisi dan kondisi cawapres berkontribusi terhadap elektabilitas presiden. Menurut dia, situasi jelang periode kedua Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berbeda dengan Jokowi saat ini.

"Polarisasi dua kelompok kebangsaan dan keumatan. Maka dari itu, dibutuhkan figur yang dapat menjembatani dua kubu itu," kata Ilham seperti dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id.

Menurut Ilham, secara politik belum ada yang sekomplet JK. Kualifikasi JK adalah sosok idola yang representatif kedua entitas itu untuk dijadikan sebagai wapres.

Ilham menjelaskan bahwa JK juga masih berkemungkinan untuk menjadi cawapres pada periode berikutnya. Menurut dia, pasal 7 undang-undang 1945 dan pasal 169 huruf (n) Undang-Undang Nomor 7/2017 masih akan menunggu keputusan atau tafsiran dari Mahkamah Konstitusi.

Pertarungan 2019 adalah pertarungan 2024. Tiap-tiap partai pendukung Jokowi pasti mengintip peluang untuk melanjutkan kepemimpinan Jokowi jika terpilih lagi periode kedua. "Alasan ini yang menguatkan juga kenapa pilihannya bisa tetap kepada JK, yang secara usia pada tahun 2024 tidak akan lagi maju sebagai presiden," ujar Ilham.

Selain dari isu dua kelompok tersebut, Ikramah menambahkan bahwa Jokowi lemah di isu ekonomi. Dia mengatakan, "Pertimbangan sosok profesional untuk mendampingi Pak De.”

Berbeda halnya dengan Herman. Politisi Partai Demokrat ini mengungkapkan bahwa sosok nasionalis-religius sangat tepat mendampingi Jokowi.

"Demokrat sangat teruji dalam pasang surutnya, semua tergantung bagaimana partai koalisi yang memenuhi presidential threshold, bagaimana mempertimbangkan 2024, politik untuk kebangsaan, atau pileg nanti," katanya.

Dia menambahkan bahwa Jokowi harus bekerja lebih ekstra guna mencari pasangan yang sekaliber JK.

Sementara itu, Ikrimah cukup pesimistis akan adanya sosok sekuat dan mewadahi seperti JK.

"Adakah sosok se-powerful Pak JK di Indonesia timur?" tanyanya kepada para pengunjung dan pendengar.

Untuk usulan nama itu sendiri, Herman lebih konkret. Dia mengusulkan Joko Widodo-Agus Yudhoyono (AHY) sebagai duet terbaik di pilpres 2019 nanti.

"Dinamika masih berlangsung, kami tetap bekerja, AHY turun ke lapangan sebagai bagian dari anak bangsa, diserahkan pada aspirasi dan solusi terbaik," ungkapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement