Rabu 18 Apr 2018 17:40 WIB

Penyebab Ambrolnya Jembatan Widang Menurut Pakar ITS

Kelebihan muatan diduga menjadi penyebab utama robohnya jembatan lama tersebut.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petugas mengevakuasi truk di lokasi jembatan Widang yang runtuh, Tuban, Jawa Timur, Selasa (17/4). Sisi barat jembatan itu runtuh sekitar 50 meter dan mengakibatkan satu pengemudi truk meninggal dunia, dan melukai tiga korban lainnya, sementara tiga truk dan sebuah sepeda motor masuk ke Bengawan Solo.
Foto: Aguk Sudarmojo/Antara
Petugas mengevakuasi truk di lokasi jembatan Widang yang runtuh, Tuban, Jawa Timur, Selasa (17/4). Sisi barat jembatan itu runtuh sekitar 50 meter dan mengakibatkan satu pengemudi truk meninggal dunia, dan melukai tiga korban lainnya, sementara tiga truk dan sebuah sepeda motor masuk ke Bengawan Solo.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Pakar konstruksi dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Chomaedhi memgomentar ambrolnya sisi barat jembatan Widang-Babat yang menghubungkan Kabupaten Lamongan dengan Kabupaten Tuban. Ia menduga, kelebihan muatan menjadi penyebab robohnya jembatan cincin lama yang dibangun tahun 1983 tersebut.

Pasalnya, menurut dosen Teknik Infrastruktur Sipil ITS, saat kejadian terdapat satu dump truck dan dua truk tronton yang melewati bentang jembatan. Ia menjelaskan, saat melalui tahap perencanaan, sudah ada peraturan yang mengatur besar beban yang diperbolehkan melewati jembatan.

"Namun, pada masa sekarang peraturan tersebut mulai berubah mengikuti pembaruan dari pemerintah," kata Chomaedhi di Surabaya, Rabu (18/4).

Chomaedhi melanjutkan, jika dulu jembatan kelas satu memiliki batas muatan 45 ton, saat ini bisa mencapai 50 ton. Pada kasus jembatan Widang, beban total yang mampu ditahan jembatan hanya 45 ton dengan rasio toleransi keamanan 1,5. Atau beban maksimumnya 70 ton.

"Satu dump truck dan dua tronton bisa jadi peningkatan bebannya mencapai dua persen, dugaan utamanya kelebihan muatan," ujar Chomaedhi.

Argumen tersebut juga dikuatkan dengan posisi robohnya jembatan. Patahan hanya terjadi pada satu bentang jembatan, sedangkan pondasi masih berfungsi dengan baik. "Kalau truk itu lewat secara bergantian, mungkin jembatan masih aman. Tapi kalau lewat secara bersamaan, otomatis jembatan akan collaps," kata Chomaedhi.

Di sisi lain, lanjut Chomaedhi, tidak adanya kontrol terhadap beban yang boleh melewati jembatan diduga menjadi salah satu faktor robohnya jembatan. Seperti yang diketahui, di area tersebut tidak ada jembatan timbang yang berguna sebagai kontrol jumlah muatan yang diizinkan.

"Jembatan itu sudah lama. Jika mengikuti peraturan baru dari pemerintah yang bisa mark up hingga 20 persen tentunya tidak akan kuat," ujar Chomaedhi.

Dosen asal Pulau Bawean tersebut berpesan agar perbaikan Jembatan Widang nantinya juga memperhatikan berat beban yang diizinkan. Apalagi saat ini sudah ada teknologi berupa sensor yang bisa dipasang pada titik-titik tertentu sepanjang bentang dan mampu mendeteksi kondisi jembatan.

"Peraturan itu harus dipatuhi, jembantan harus benar-benar mengakomodasi peraturan beban kendaraan dan peraturan gempa tentunya," kata Chomaedhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement