REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat miris dan prihatin atas maraknya peredaran minuman keras (miras) oplosan yang beredar secara bebas di masyarakat sehingga menelan korban dalam jumlah yang besar di Cicalengka, Kabupaten Bandung. Hingga Rabu (11/4) kemarin, koran yang sempat dirawat mencapai 157 orang dan yang tewas mencapai 45 orang.
"MUI sangat miris dan prihatin atas maraknya peredaran miras oplosan yang beredar secara bebas di masyarakat sehingga menelan korban dalam jumlah yang besar," ujar Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Jumat (13/4).
Menurut Zainut, hal ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan dari pihak aparat keamanan, sehingga miras yang seharusnya merupakan barang yang tidak boleh diperdagangkan secara terbuka menjadi baran dagangan yang bebas
dibeli dan dikonsumsi oleh siapa pun.
Zainut menilai, langkah kepolisian merazia kios-kios yang diduga menjual miras oplosan sangat bagus. Namun menurut dia, tidak cukup dengan hanya melakukan itu.
"Kepolisian juga harus menindak tegas produsen dan distributornya, sehingga peredaran miras dapat dicegah dan dibasmi sampai ke akar masalahnya," ucapnya.
Karena itu, MUI mengimbau kepada tokoh agama, tokoh masyarakat dan pemerintah untuk terus melakukan dakwah, kampanye dan sosialisasi tentang bahaya miras. "Miras selain dilarang oleh agama dan haram hukumnya, juga sangat membahayakan jiwa manusia, untuk hal itu harus dijauhinya," katanya.