Rabu 11 Apr 2018 23:58 WIB

Novel Menolak Diam

Novel berharap Presiden Jokowi menaruh perhatian terhadap kasusnya

Aktivis Anti Korupsi membawa poster bergambarkan Novel Baswedan dalam rangka peringatan 1 tahun kasus Novel Baswedan di depan Istana Merdeka Jakarta, Rabu (11/4).
Foto: r
Aktivis Anti Korupsi membawa poster bergambarkan Novel Baswedan dalam rangka peringatan 1 tahun kasus Novel Baswedan di depan Istana Merdeka Jakarta, Rabu (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menyatakan "menolak diam" terkait kasus penyerangan terhadap dirinya tepat satu tahun yang lalu belum juga terungkap.

"Saya beberapa waktu yang lalu melaporkan hal itu ke Komnas HAM, kenapa? Saya tidak mau diam, saya menolak diam sebagaimana judul film tadi. Saya ingin ke depan ancaman-ancaman itu tidak bisa terus menerus dibiarkan," kata Novel yang juga didampingi Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jakarta, Rabu (11/4).

Novel mendatangi gedung KPK atas undangan dari Wadah Pegawai KPK dalam rangka memperingati satu tahun peristiwa penyerangan air keras terhadap Novel pada 11 April 2017 lalu. Adapun peringatan satu tahun itu digelar dengan diskusi dan nonton bareng film "Menolak Diam".

"Saya datang ke KPK atas undangan dari Wadah Pegawai di antaranya menyaksikan pemutaran film untuk membuat semangat perlawanan antikorupsi dan juga saya ingin menyampaikan soal penyerangan terhadap saya satu tahun lalu sampai sekarang belum terungkap," tutur Novel.

Menurut Novel, ancaman-ancaman tidak hanya ditujukan pada dirinya, tetapi juga dialami oleh pegawai KPK lainnya. "Banyak sekali ancaman-ancaman kepada pegawai KPK. Saya mengalami beberapa kali ancaman teror dan juga pegawai-pegawai yang lain mengalami hal yang serupa," ujarnya.

Lebih lanjut, ia pun mengharapkan semua elemen yang berhubungan dengan keamanan dan juga Presiden memberi perhatian lebih terhadap kasusnya yang belum terungkap tersebut. "Saya berharap tentunya semua elemen yang berhubungan dengan keamanan juga bapak Presiden memberi perhatian terhadap hal ini," ucap Novel.

Selain itu, ia menyatakan bahwa ancaman-ancaman terhadap penyidik KPK semestinya disampaikan ke publik. "Tidak boleh dibiarkan kalau dibiarkan kemudian ini terus menerus menjadi ancaman, saya khawatir ke depan pegawai KPK menjadi takut atau menjadi menurun keberaniannya," kata Novel.

Ia pun mengkhawatirkan para pelaku yang mengancam pegawai KPK akan semakin berani jika kasusnya tersebut belum terungkap. "Ini tidak boleh terjadi. Oleh karena itu, pada kesempatan sekarang ini satu tahun penyerangan terhadap saya yang belum diungkap, saya ingin menegaskan bahwa negara tidak boleh abai karena saya dan pegawai-pegawai KPK lainnya bekerja bukan untuk pribadi. Kami bekerja untuk kepentingan pemberantasan korupsi, untuk kepentingan negara, untuk bela negara," tuturnya.

Novel pun meyakini bahwa pimpinan KPK juga pernah mendapat ancaman. "Saya juga yakin Pak Saut pernah mendapat ancaman mungkin hal itu juga saya kira kepada pimpinan yang lain. Saya yakin seperti itu meskipun saya belum pernah mendapat informasi langsung dari Pak Saut. Saya ingin menyampaikan bahwa ini tidak boleh dianggap sepele, tidak boleh dibiarkan dan saya juga kecewa dengan proses pengungkapan yang sampai sekarang belum juga diungkap," ujarnya.

Novel disiram air keras oleh dua orang pengendara motor pada 11 April 2017 seusai sholat subuh di Masjid Al-Ihsan dekat rumahnya. Mata Novel pun mengalami kerusakan sehingga ia harus menjalani perawatan di Singapura sejak 12 April 2017.

Novel adalah salah satu penyidik senior KPK yang antara lain menangani kasus korupsi dalam pengadaan KTP elektronik (KTP-el).

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement