Selasa 10 Apr 2018 09:10 WIB

Buya Syafii Maarif: Banyak Politisi tak Paham Bangsa Sendiri

Sila kelima pancasila kerap jadi dilema

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Esthi Maharani
Buya Syafii Maarif saat menjadi salah satu pemateri dalam Kuliah Pakar
Foto: dokumentasi
Buya Syafii Maarif saat menjadi salah satu pemateri dalam Kuliah Pakar

REPUBLIKA.CO.ID,  BANTUL -- Kemerdekaan Indonesia yang berusia 73 tahun masih banyak menyisakan permasalahan bagi bangsa ini. Tak terkecuali dalam menerapkan sila kelima Pancasila yakni "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia". Sila ini masih kerap menjadi dilema ketika melihat kenyataan yang ada di negeri ini. Khususnya dengan banyaknya ketimpangan sosial yang terjadi.

Hal tersebut sebagaimana disampaikan Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Buya Syafii Maarif saat menjadi salah satu pemateri dalam Kuliah Pakar, yang diselenggarakan oleh Program Doktor Politik Islam-Ilmu Politik, Megister Ilmu Pemerintahan, Megister Hubungan Internasional dan Ahmad SyafiI Maarif (ASM) School of Political Thought and Humanity Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Kuliah pakar yang digelar pada Senin (9/4) di Ruang Sidang Direktur Pascasarjana UMY ini, membahas tentang permasalahan sosial yang ada di Indonesia. Selain Buya Syafii Maarif, hadir pula Apolo Safano Rektor Universitas Cendrawasih Papua sebagai pembicara.

Buya Syafii berpendapat banyak politisi yang tidak paham dengan bangsanya sendiri. "Tidak banyak menteri, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan politisi yang paham dengan kondisi ini. Pembangunan yang tidak merata menyebabkan ketimpangan pada daerah yang berada jauh dari hingar bingar cepatnya perputaran ekonomi. Sebagai contoh, Papua menjadi daerah yang menduduki peringkat pertama tingkat kemiskinan, sedangkan DKI Jakarta menempati posisi paling buncit," ujarnya.

 

photo
Buya Syafii Maarif saat menjadi salah satu pemateri dalam Kuliah Pakar (Dokumentasi)

Buya juga menyampaikan bahwa "keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" menjadi sila yang kerap menjadi dilema ketika melihat kenyataan yang ada di negeri ini. Banyaknya ketimpangan sosial yang menjadi pekerjaan rumah bagi para politisi seakan tidak berpedoman dengan pancasila. Padahal Pancasila menurut Buya, bisa menjadi pedoman dalam bernegara bagi para pemimpin saat ini.

Program bantuan untuk desa yang dimiliki pemerintah pusat sebenarnya juga cukup besar guna membangun daerah yang termasuk dalam kawasan 3T. Papua pun menjadi daerah yang mendapatkan bantuan tersebut, akan tetapi keadaan di sana masih saja cukup memprihatinkan.

 

Rektor Universitas Cendrawasih, Apolo Safano mengatakan para petingi tingkat kampung yang ada di Papua sering meninggalkan kewajibannya untuk pergi membawa uang bantuan pemerintah tersebut.

"Di sana, begitu dapat dana kampung dari pemerintah, pejabat kampung langsung pergi. Alasannya pergi ke kota untuk beli keperluan desa, tapi satu tahun tidak balik-balik. Sehingga dana itu tidak dapat dirasakan oleh rakyatnya," ungkapnya.

Selain itu juga, tingginya sifat konsumtif warga Papua menyebabkan dana yang diberikan kepada warga cepat habis tanpa menghasilkan sesuatu. Menurut dia, orang Papua itu konsumtif, dikasih uang sejuta, sehari itu juga langsung habis.

Apolo pun sependapat dengan Buya Syafi'i, bahwa permasalahan pada negeri ini bisa diatasi apabila pejabat dan rakyat yang ada di Indonesia bisa menanamkan nilai-nilai Pancasila dengan baik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement