REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Hasil survei yang dilakukan Sumatera Barat Leadership Forum (SBLF) menemukan masih banyak masyarakat yang menentukan pilihan dalam pilkada 2018 atas dasar iming-iming pemberian materi dari kandidat baik hadiah maupun uang. Menurutnya segmen pemilih yang mau menerima uang tersebut adalah mereka yang berstatus menengah ke bawah dari sisi ekonomi dan pendidikan.
Hasil survei pada empat daerah yang melaksanakan pilkada 2018 di Sumbar, dari 800 responden sebanyak 40 persen pemilih akan mengubah pilihannya jika ada yang memberikan uang atau bingkisan," kata Direktur SBLF Riset dan Konsultan Edo Andrefson di Padang, Kamis (5/4).
Ia menilai politik uang tersebut ibarat hantu tak tampak tapi terasa, kendati sudah ada aturan dan pengawasan masih mungkin bisa dilakukan oleh kandidat. "Politik uang ini amat mungkin dilakukan oleh calon yang memiliki modal besar, atau mereka yang elektabilitasnya masih rendah lalu ingin unggul dengan cepat," lanjut dia.
Salah satu modus politik yang tersebut berupa pembentukan relawan dalam jumlah besar kemudian diberikan uang saku cukup banyak untuk operasional. Kemudian bisa juga berupa pemberian bingkisan di luar batas aturan KPU dalam aksi sosial, katanya.
Ia menambahkan dari temuan ini Bawaslu harus lebih proaktif mencegah politik yang dengan menggelar sosialisasi secara masif soal anti politik uang. Sebelumnya Pengamat Politik Universitas Andalas Dr Asrinali menilai politik uang terjadi akibat para elit minim gagasan saat mencalonkan diri sehingga satu-satunya yang bisa ditawarkan kepada masyarakat selaku pemilih adalah uang.
"Seharusnya kan calon itu menawarkan gagasan dan program, tapi karena tidak mampu uang akhirnya yang dibagikan," tambahnya.