Rabu 28 Mar 2018 06:19 WIB

Wacana Interpelasi Anies Kembali Mencuat

PDIP menjadikan laporan Ombudsman bahan interpelasi Gubernur DKI.

Rep: Mas Alamil Huda/ Red: Indira Rezkisari
Anies Baswedan
Foto: ROL/Havid Al Vizki
Anies Baswedan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana menginterpelasi kebijakan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan oleh DPRD terkait kebijakan penataan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Jatibaru, Tanah Abang, kembali mencuat. Hal itu menyusul adanya laporan akhir hasil pemeriksaan (LAHP) yang dikeluarkan Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya.

Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono mengatakan, LAHP dari Ombudsman DKI itu akan dijadikan amunisi tambahan. "Kita dorong, kita lanjutkan (interpelasi). Dewannya kan nambah peluru lagi (LAHP Ombudsman)," kata Gembong saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (27/3).

Namun, Gembong mengatakan, rencana interpelasi tak akan dilanjutkan PDIP jika Anies menjalankan rekomendasi Ombudsman. Ia pun menunggu tindak lanjut Pemprov DKI sampai batas waktu yang diberikan Ombudsman, yakni 30 hari dan harus menormalisasi Jalan Jatibaru dalam waktu 60 hari.

Selain Ombudsman, lanjut Gembong, Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas) Polda Metro Jaya juga memberi rekomendasi yang hampir sama dengan Ombudsman terkait penataan di kawasan Tanah Abang. Masukan dari dua lembaga ini perlu dijalankan Pemprov DKI.

"Interpelasi akan berhenti atau tidak ditindaklanjuti apabila Pak Gubernur segera merealisasikan rekomendasi dua lembaga negara itu, biar DKI enggak gaduh," ujar dia.

Gembong mengklaim semua persyaratan terkait interpelasi sudah disiapkan. Bahkan, dia mengklaim ada fraksi di DPRD yang siap bergabung mengusulkan hak interpelasi terkait kebijakan Gubernur Anies. Namun, saat ditanya fraksi mana, Gembong enggan menjawabnya.

"Tinggal kita dorong ke pimpinan karena semua persyaratan sudah terpenuhi. Kenapa (sekarang) belum kita dorong, karena kita tunggu rekomendasi Ombudsman dan Ditlantas Polda ditindaklanjuti," kata dia.

Gembong menambahkan, PDIP tetap berpendapat melegalisasi PKL berjualan di jalan raya adalah kebijakan keliru. Ia berharap Pemprov DKI memberikan tempat yang layak bagi PKL untuk berjualan, di kios atau tempat lain yang semestinya.

"PKL dicarikan lokasi strategis agar kehidupan mereka lebih baik. Jangan sampai PKL jadi korban kebijakan yang tidak benar," katanya.

Ketua Fraksi Nasdem DPRD DKI Bestari Barus juga memastikan akan melanjutkan rencana interpelasi terhadap Anies. "Terus (menyiapkan interpelasi), sesuatu yang dikeluarkan Ombudsman jadi pengayaan bagi rencana interpelasi tersebut," kata dia.

Bestari menilai pemprov tak perlu risau terkait wacana interpelasi tersebut. Sebab, menurut dia, hak interpelasi atau hak bertanya dari dewan adalah sesuatu yang biasa. Dewan hanya ingin jawaban dari Gubernur terkait dasar hukum yang digunakan untuk menata PKL di Jalan Jatibaru, Tanah Abang.

Ia mengklaim rencana interpelasi bukan untuk kepentingan politik Nasdem. Bestari menilai, jawaban dari Gubernur terkait kebijakan tersebut diperlukan agar masyarakat mengetahui landasan hukum yang digunakan. "Selama ini kan belum jelas," ujar dia.

Menurut dia, laporan akhir hasil pemeriksaan Ombudsman harus diperhatikan dan ditindaklanjuti Pemprov DKI. Ia menilai yang dilakukan Ombudsman adalah langkah positif untuk menjalankan peran sebagai lembaga negara yang menjaga kepentingan publik dalam kaitanya dengan kebijakan pemerintah.

"Gubernur dan perangkatnya siap-siap untuk menghadapi konsekuensi apabila tidak bisa mengajukan bukti-bukti, payung hukum perundang-undangan terkait apa yang mereka lakukan," ujar dia.

Namun, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik mengatakan tidak ada interpelasi terhadap Anies atas kebijakan penataan PKL di Tanah Abang. Sampai saat ini, kata dia, tak ada satu pun fraksi yang mengajukan, meski wacananya sudah bergulir lama. "Mana? Enggak ada (interpelasi)," kata dia.

Kendati demikian, Taufik tak mempermasalahkan jika memang ada fraksi yang mengajukan interpelasi. Sebab, itu adalah hak setiap anggota dewan untuk mengajukan. Namun, dia merasa aneh kebijakan penataan PKL diributkan oleh dewan yang mewakili rakyat.

"Itu (kebijakan) buat rakyat. Masak DPRD melawan program yang pro rakyat, kan aneh," ujar dia.

Wakil Ketua DPRD DKI Triwisaksana heran dengan langkah Ombudsman DKI. Ia menilai Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya tak berhak memberi rekomendasi atas kebijakan gubernur.

"Ombudsman Perwakilan Jakarta itu sebenarnya tidak memiliki kewenangan memberikan rekomendasi. Rekomendasi diberikan Ombudsman sebagai sebuah lembaga, tidak oleh perwakilan," kata dia.

Politikus PKS ini menilai laporan dari Ombudsman DKI terkait penataan PKL Tanah Abang kental aroma subjektivitasnya. DPRD, kata Triwisaksana, akan turut mengawal proses yang dilakukan Ombudsman DKI terkait produk laporan yang dikeluarkan.

Triwisaksana mengapresiasi langkah yang dilakukan Ombudsman DKI. Namun, dia mempertanyakan mengapa Ombudsman DKI tak mengambil sikap atas kebijakan pemimpin DKI sebelumnya. Bahkan, di beberapa kasus, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) membatalkan kebijakan gubernur dan Ombudsman tak melakukan apa pun seperti saat ini.

"Ombudsman kali ini tuh tajam saat ini, walaupun tumpul pada waktu yang lalu. Contoh penggusuran Bukit Duri, kemudian reklamasi dan sebagainya," ujar dia.

Sementara, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno mengapresiasi masukan dari Ombudsman Perwakilan Jakarta Raya terkait penataan PKL di Tanah Abang. Sandi menilai masukan Ombudsman cukup positif. "Usulan itu bagus sekali," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement