Senin 26 Mar 2018 05:45 WIB

KPK Coba Buktikan 'Nyanyian' Setnov

Setnov 'bernyanyi' adanya aliran dana miliaran rupiah ke petinggi negara saat ini.

Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto  memberikan bukti pengembalian uang ke KPK dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Terdakwa kasus korupsi KTP Elektronik Setya Novanto memberikan bukti pengembalian uang ke KPK dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (22/3).

REPUBLIKA.CO.ID  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menghadapi tantangan berat dalam kasus korupsi KTP elektronik. KPK berada di persimpangan jalan di mana di satu sisi ada tuntutan besar untuk membuktikan 'nyanyian' Setya Novanto, di sisi lain orang-orang yang disebut itu masuk ke dalam kekuasaan saat ini.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menjelaskan, pihaknya sedang mempelajari informasi yang diberikan terdakwa kasus korupsi KTP-el Setya Novanto (Setnov). Menurut dia, penyebutan nama di dalam persidangan tindak pidana korupsi adalah sesuatu yang biasa.

Baca juga: Puan Bantah Tudingan Setnov Soal Uang Haram KTP Elektronik

"Kita pelajari dulu sejauh apa peran nama yang disebut-sebut itu. Biarkan waktu yang dimiliki penyidik untuk melihatnya lebih dahulu," tutur Saut, Ahad (25/3).

Menurut Saut, penyebutan nama seseorang di dalam persidangan merupakan hal yang biasa. Selanjutnya, tugas KPK adalah membuktikan kebenaran penyebutan nama itu.

Saut menambahkan, pemanggilan nama-nama yang disebut Novanto pun akan didasarkan pada hasil pengkajian penyidik KPK. Penyidik KPK saat ini sedang mempelajari fakta persidangan yang digelar Kamis (22/3) lalu itu.

Sebelumnya, dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Novanto menyebut sejumlah nama penerima 500 ribu dolar AS terkait proyek KTP-el yang tengah dibahas di DPR pada 2010 silam. Di antara yang ia sebut adalah sejumlah anggota DPR yang kini menduduki jabatan penting.

Di antaranya mantan wakil ketua Komisi II dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo yang kini menjabat sebagai gubernur Jawa Tengah. Selain itu, ada nama Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani yang menjabat sebagai ketua Fraksi PDIP (2009-2014), dan Sekretaris Kabinet Promono Anung yang menjabat sebagai wakil ketua DPR (2009-2014).

Novanto juga menyebut Chairuman Harahap (Fraksi Golkar) yang kala itu menjabat ketua Komisi II DPR sebagai penerima data. Selain itu, ada para pimpinan Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2009-2015 yang ia ketahui menerima dana. Di antaranya Melchias Marcus Mekeng (Fraksi Golkar), Tamsil Linrung (Fraksi PKS), dan Olly Dondokambey (Fraksi PDIP).

Novanto bersaksi mengetahui pemberian dana tersebut setelah disambangi pengusaha Made Oka Masagung dan Andi Narogong. Mereka memberitahukan kepada Novanto, uang dari proyek KTP-el sudah dieksekusi kepada beberapa pihak di DPR.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengingatkan, informasi dalam persidangan tersebut harus dicocokkan dengan informasi-informasi lainnya. "Ini belum bisa dimasukkan ke dalam kategori proses, ya, karena ini perkaranya baru keterangan yang muncul di persidangan," ujar aktivis ICW Tama S Langkung, Ahad (25/3).

Oleh karena itu, dia mengatakan, langkah yang dapat KPK lakukan adalah melihat kecocokan keterangan yang dikatakan oleh mantan ketua DPR RI itu dengan keterangan-keterangan lainnya. Saat ini, kata Tama, KPK masih berada di dalam tahap tersebut.

"Jaksa penuntut umum yang dalam hal ini KPK harus melihat itu (mencocokkan informasi), termasuk informasi yang beredar dengan fakta-fakta yang ada di persidangan," tuturnya.

Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi (Pukat) UGM Hifdzil Alim juga mendorong KPK tidak berhenti menelusuri dugaan keterlibatan politikus PDIP sebagaimana diungkapkan Novanto. Dalam hal ini, memeriksa Puan dan Pramono menjadi hal yang mesti dilakukan," ujar Hifdzil Alim.

Menurut dia, KPK jangan terkesan tebang pilih dalam menindaklanjuti temuan baru dalam kasus tersebut. Ia menilai penindaklanjutan temuan itu justru dapat membuktikan pernyataan Novanto mengenai keterlibatan Puan dan Pramono itu benar atau tidak.

Namun, Hifdzil mengingatkan KPK untuk tetap berhati-hati dalam memproses penyebutan nama-nama tersebut. Jangan sampai juga, kata dia, KPK dinilai politis dalam memeriksa pernyataan mantan ketua umum Golkar itu.

"KPK harus mengambil langkah-langkah untuk memastikan pemeriksaan yang dilakukannya tidak dicap politis, misalnya memeriksa semua nama yang diduga menerima uang korupsi KTP elektronik," ujar Hifdzil.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement