Ahad 25 Mar 2018 11:04 WIB

Perluasan Tahura Didorong Minimalisir Bencana di Bandung

Rencana perluasan Tahura akan membentang dari Dago hingga Jatinangor.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Indira Rezkisari
Pengunjung menikmati wahana wisata tempat tidur gantung di kawasan Taman Hutan Raya Dago, Bandung, Jawa Barat. (ilustrasi)
Foto: Antara/Septianda Perdana
Pengunjung menikmati wahana wisata tempat tidur gantung di kawasan Taman Hutan Raya Dago, Bandung, Jawa Barat. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Pemprov Jabar mendorong terus perluasan Taman Hutan Raya (Tahura) Ir H Djuanda sebagai salah satu solusi meminimalisir bencana ekologi di kawasan Bandung Raya. Menurut Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Pemprov Jawa Barat mulai tahun 2010 hingga 2017, berhasil membebaskan tanah enclave dalam kawasan Tahura seluas 15,57 hektare dan tersisa 10,53 hektare belum terbebaskan.

"Sementara tanah di luar kawasan yang berbatasan langsung dengan Tahura hingga 2017 telah dibebaskan sekitar 11,3 hektare," ujar Ahmad Heryawan yang akrab disapa Aher kepada wartawan akhir pekan lalu.

Menurut Aher, luas Tahura saat ini mencapai 528,39 hektare. Yakni, terdiri dari Blok Perlindungan 308,624 hektar, Blok Koleksi 44,471 hektare dan Blok Pemanfaatan 175,308 hektare. Karena status tanahnya milik negara maka mulai tahun 2003 pengelolaanya diserahkan ke Pemprov Jawa Barat.

"Kami akan terus berupaya melakukan pembebasan lahan enclave atau lahan sekitar berbatasan yang dikuasai oleh masyarakat, sehingga berkembangnya Tahura, jelas akan meningkatkan kawasan resapan air penangkal bencana ekologi di Bandung Raya," katanya.

Aher menilai, banjir bandang yang terjadi kemarin di Kota Bandung terjadi akibat run off aliran permukaan dari vegetasi Kawasan Bukit Bintang hingga Manglayang kurang rapat. Perluasan area Tahura di kawasan Tahura dapat menyerap banyak air hujan. Direncanakan, total perluasan kawasan akan membentang dari Dago sampai Jatinangor seluas 2.750 hektare, sehingga tambahan lahan Tahura itu akan menjadi green belt.

"Bisa dibayangkan kalau 2.750 hektare itu jadi hutan, bisa menyerap 75 persen setiap hujan yang jatuh," katanya.

Aher mengatakan, pada 2008-2009, ia pernah melakukan upaya perluasan kawasan hingga ke Gunung Manglayang yang dikuasai BUMN Perhutani. Pemprov Jabar, kala itu telah mendapat Surat Rekomendasi dari Bupati Bandung dan Bupati Sumedang, serta Surat Rekomendasi dari Dirjen PHKA (Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam) dan Dirjen Planologi Kementerian Kehutanan, namun belum peroleh respon positif dari Direksi Perhutani.

Upaya tersebut, dirintis sejak 2006 dengan kajian perluasan tersebut telah lengkap saat Dinas Kehutanan masih dijabat almarhum Wawan Ridwan. Ide itu kemudian diteruskan Kadishut selanjutnya, yakni Anang Sudarna.

Menurut Anang Sudarna, perluasan usulan diserahkan ke pemerintah pusat pada Maret 2010 dan mendapat persetujuan dari Dirjen PHKA dan Dirjen Planologi. Namun, rencana itu belum peroleh sambutan senada dari badan usaha milik negara.

Selain perluasan Tahura, menurut Aher, bencana ekologi di Bandung Raya bisa direduksi sekira semua pihak tidak menanam tanaman hortikultura, semisal sayur dan buahan, di lahan yang memiliki kemiringan tertentu.

"Sesuai peraturan Kementerian Pertanian, dilarang menanam tanaman hortikultura di atas kemiringan 40 derajat," katanya.

Selain itu, kata dia, Pemprov Jabar menghimbau pemerintah kota dan kabupaten sebagai pemberi izin lapangan terus melakukan pengawasan kepada pengembang yang mendirikan bangunan atau tempat wisata. Contohnya, direkomendasi pasti Pemprov Jabar instruksikan membangun zero run off dengan membuat embung, sumur resapan dan biopori, maka itu harus diawasi betul pemerintah kota dan kabupaten dalam pelaksanaannya.

Selain itu, kata Aher, pemberian izin pembangunan di KBU juga harus lebih selektif. Sebab, kalau hitungannya daya dukung dan daya tampung, pembangunan di KBU mestinya sudah harus dihentikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement