REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Ajang The ASEAN-Australia Counter Terrorism Conference 2018 yang berlangsung di Sydney, Australia pada Sabtu (17/3) dimanfaatkan secara maksimal. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol Suhardi Alius memaparkan secara keseluruhan mengenai strategi keberhasilan Indonesia dalam hal penanggulangan terorisme kepada para delegasi KTT.
Konferensi ini dihadiri oleh semua Negara anggota ASEAN dengan Australia sebagai tuan rumah. Konferensi dipimpin oleh Koordinator Penanggulangan Terorisme Persemakuran Australia, Tony Sheehan. Dan konferensi ini sendiri dibuka oleh Menteri Dalam Negeri Australia, Peter Dutton.
“Ini sesuai dengan janji Kepala Kepolisan Federal Australia (Australian Federal Police/AFP Commissioner), Adrew Colvin, yang akan meminta kepada panitia KTT untuk meminta waktu lebih panjang buat kami dalam memaparkan strategi penanggulangan terorisme di Indonesia. Karena saat dia berkunjung ke kantor BNPT beberapa waktu lalu, dia terlihat senang dangan apa yang kami paparkan dan dia minta kami paparkan semuanya di pertenuan ini,” ujar Suhardi Alius dalam surat elektroniknya, Ahad (18/3).
Dalam konferensi yang merupakan bagian dari ASEAN-Australian Special Summit 2018 ini delegasi Indonesia dipimpin oleh Kepala BNPT sendiri dengan delegasi yang terdiri dari unsur Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kementerian Luar Negeri.
Kepala BNPT mengatakan bahwa dalam konferensi yang juga dihadiri para Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan di kawasan ASEAN dan Australia ini digelar dengan tujuan untuk membahas mengenai ancaman terorisme termasuk ekstremisme berbasis kekerasan (violent extremism) di kawasan Asia Tenggara.
“Yang mana menjelaskan mengenai efektivitas legislasi dan penegakan hukum dalam memberantas pergerakan lintas-bata dari ekstremisme berbasis kekerasan; penanggulangan pendanaan terorisme; dan penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan,” kata mantan Sekretaris Utama (Sestama) Lemhanas ini.
Kepala BNPT dalam paparan awalnya menyampaikan tentang pengalaman Indonesia dalam merevisi Undang-undang (UU) tentang Pemberantasan Terorisme, yang di dalamnya terkandung upaya kriminalisasi perbuatan persiapan, keikutsertaan dalam pelatihan militer, dan berpergian untuk melakukan tindak pidana terorisme di negara lain.
“Hal ini dalam kerangka menghadapi fenomena Foreign Terrorist Fighters. Selain itu, juga disampaikan bahwa Indonesia berdasarkan UU Informasi dan Transaksi Elektronik dapat menghadirkan bukti elektronik dihadapan pengadilan,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini.
Selanjutnya dalam sesi tentang penanggulangan pendanaan terorisme, Alumni Akpol tahun 1985 ini menyampaikan pentingnya pengawasan terhadap sektor Non-Profit Organization (NPO) yang sangat berisiko terhadap penyalahgunaan oleh teroris atau kelompok teroris.
“Indonesia telah melakukan sejumlah langkah-langkah dalam mengantisipasi resiko dimaksud, antara lain dengan melakukan perubahan terhadap UU Ormas, membentuk Tim Terpadu Pengawasan NPO yang dipimpin oleh Kementerian Dalam Negeri, dan mensahkan Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2017 mengenai Tata Cara Penerimaan dan Pemberian Sumbangan oleh Organisasi Kemasyarakatan dalam Pencegahan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.