REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Forum Rektor Indonesia (FRI) menyebutkan, banyaknya dosen yang menduduki jabatan struktural akibat dari minimnya honorarium dosen di perguruan tinggi. Sehingga, banyak dosen yang tadinya bertekad ingin fokus pada akademik, malah melirik jabatan struktural tersebut.
"Jadi yang harus dibenahi adalah sistem penggajian, terutama bagi dosen muda yang belum kena iming-iming jabatan struktural. Penuhi kebutuhan pokok primer dan sekundernya, baru kita bisa lepas dari lirikan struktural," kata anggota dewan pertimbangan FRI Prof Asep Saefudin kepada Republika, Rabu (21/3).
Dia memberi contoh, penggajian dosen di Malaysia. Pola penggajian di negeri Jiran tersebut dinilai lebih maksimal dan menyukupi kebutahan pokok primer dan sekunder dosen. Sehingga, dosen-dosen di Malaysia atau di negara maju bisa fokus di dunia akademik.
"Di kita (Indonesia) sering ngotak-ngatik bukan di esensi persoalannya, ya akan sulit diselesaikan. Akhirnya produktifitas riset kita tak optimum, padahal orangnya pinter-pinter," kata Asep.
Sebelumnya, Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir meminta agar dosen di perguruan tinggi fokus pada penyiapan SDM daripada sibuk mencari jabatan struktural. Sebab saat ini, sekitar 53 persen dosen menduduki jabatan struktural.