Senin 19 Mar 2018 13:05 WIB

Banjir Surut, Sisa Lumpur Menumpuk di SDN 7 Dayeuhkolot

Banjir menggenangi tiga kecamatan di Kabupaten Bandung.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Yudha Manggala P Putra
Siswa melintasi halaman kelas yang dipenuhi lumpur dan barang-barang sekolah di SMP PGRI Haurpugur, Desa Haurpugur, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Senin (18/4).
Foto: Dede Lukman Hakim
Siswa melintasi halaman kelas yang dipenuhi lumpur dan barang-barang sekolah di SMP PGRI Haurpugur, Desa Haurpugur, Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Senin (18/4).

REPUBLIKA.CO.ID, DAYEUHKOLOT -- Banjir yang menggenangi tiga kecamatan di Kabupaten Bandung yaitu Kecamatan Bojongsoang, Baleendah, dan Dayeuhkolot telah surut. Namun, kondisi tersebut menyebabkan sisa lumpur masih menumpuk di sejumlah titik.

Salah satunya di SDN 7 Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung dan di jalan pemukiman Mama Yuda, Kampung Bolero, Desa dan Kecamatan Dayeuhkolot.

Lumpur sisa banjir tiga pekan terakhir mengendap di bagian belakang jalan perkampungan. Sementara jalan di bagian depan kampung telah dibersihkan warga setempat. Sementara itu di areal bangunan SDN 7 Dayeuhkolot penuh dengan lumpur dan masuk ke ruangan kelas.

Berbagai fasilitas belajar-mengajar macam papan bor serta bangku dan meja siswa maupun guru porak-poranda terendam lumpur. Kondisi ini membuat sekolah tak bisa digunakan untuk kegiatan belajar.

Sebanyak 178 siswa di SDN 7 sudah satu bulan terakhir belajar di pengungsian. Lokasi darurat itu merupakan rumah milik salah seorang warga berukuran 4x6 meter. Ratusan siswa kelas satu hingga kelas enam ini secara bergiliran menggunakan dua ruangan.

Salah seorang guru SDN 7 Dayeuhkolot, Maya Marsalian mengungkapkan kondisi ruangan darurat yang digunakan sempit dan kurang nyaman. Apalagi sirkulasi udara di ruangan yang tidak berjalan dengan baik. "Pasti enggak nyaman. Kondisi ruangan sempit, susah buat anak-anak bisa konsentrasi," katanya, Senin (19/3).

Ia menambahkan, kehadiran siswa pun sebulan terakhir tidak terlalu banyak. Sebab sebagian rumah mereka terendam banjir atau akses jalan menuju sekolah yang terputus.

Sementara itu, salah seorang wali murid, Heni Yuliantini (39) mengaku dengan kondisi banjir harus merogoh kocek hingga Rp 40.000 untuk ongkos operasional sekolah kedua buah hatinya, Bagas dan Syalia.

Katanya, mereka harus dua kali menaiki perahu dari rumahnya di Kampung Muara untuk bisa menjangkau tempat belajar darurat. Penjaga sekolah, Endang Turman mengatakan genangan lumpur mulai ada sesudah banjir surut akhir pekan lalu. Dia belum tahu genangan lumpur bakal terjadi sampai kapan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement