Jumat 16 Mar 2018 09:00 WIB

Jatam Dukung KPK Segera Umumkan Cakada Korupsi

Imbauan Wiranto dianggap bukti ketidakseriusan pemerintah memberantas korupsi

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bilal Ramadhan
Gedung KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Imbauan Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menunda proses hukum atas calon Kepala Daerah (cakada) dinilai sebagai langkah mundur. Ini juga menjadi bukti ketidakseriusan pemerintah memberantas korupsi.

Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Nasional, Merah Johansyah mengatakan, rencana KPK yang hendak mengumumkan daftar calon kepala daerah yang diduga terlibat korupsi tersebut sudah sepatutnya didukung. Sehingga masyarakat Indonesia, terutama para pemilih tidak salah memilih cakadanya pada Pilkada 2018.

Karena itu, langkah KPK untuk segera mengumumkan cakada yang terindikasi korupsi tersebut mendesak dilakukan. Merah meminta untuk tidak menggubris dengan pernyataan Wiranto, termasuk Jaksa Agung HM Prasetyo dan Kapolri Tito Karnavian yang telah menunda memproses hukum atas kasus yang terkait dengan pasangan cakada 2018.

"Langkah KPK itu mesti dilihat sebagai upaya untuk memotong rantai korupsi yang lebih besar, yakni menyelamatkan kekayaan alam dan ruang hidup rakyat, yang berpotensi menjadi sektor utama yang akan digadai di kemudian hari, ketika para calon kepala daerah ini terpilih," kata dia dalam keterangan pers yang diterima, Jumat (16/3).

Hal ini beralasan mengingat korupsi di sektor sumber daya alam, terutama terkait pertambangan selalu menjadi sumber korupsi selama ini guna memenuhui kebutuhan biaya kampanye dalam Pilkada Serentak. Dugaan ini beralasan mengingat pada tahun politik 2017-2018, tren penerbitan izin tambang naik drastis.

"Terdapat 170 izin Tambang yang dikeluarkan sepanjang 2017 dan 2018, dengan rincian 34 izin tambang di Jawa Barat yang terbit pada 13 Februari 2018, dua pekan sebelum masa penetapan cakada Jabar diumumkan," katanya.

Merah melanjutkan, di Jawa Tengah, pada 30 Januari 2018 lalu, pemerintah setempat tercatat mengobral 120 izin tambang. Demikian juga di Kalimantan Timur di mana terdapat 6 titik pertambangan batubara ilegal yang tidak dilakukan penegakan hukum. Semua ini diduga terkait pembiayaan politik pilkada bagi para kandidat.

Bahkan, modus lain yang patut ditelusuri Komisi Pemberantasan Korupsi adalah terkait ribuan izin tambang yang habis masa berlaku namun izinnya tidak dicabut. Terdapat 1.682 dari 3.078 atau 60 persen dari Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang habis masa berlaku dan tersebar di 17 Provinsi yang menggelar Pilkada 2018 berpotensi menjadi sumber keuangan bagi kandidat tertentu, terutama para pejawat.

Jatam menemukan, terdapat 7.180 IUP atau 82,4 persen dari total 8.710 IUP di Indonesia berada di 171 wilayah yang menyelenggarakan Pilkada 2018. Sebanyak 4.290 IUP berada di 17 Provinsi Pilkada atau 49,2 persen dari seluruh IUP di Indonesia. Ribuan izin tambang ini berpotensi menjadi sumber pembiayaan politik bagi para kandidat pada Pilkada Serentak 2018.

"Mengingat, antara perusahaan tambang dan kandidat, sama-sama punya kepentingan. Kandidat berkepentingan untuk mendapatkan biaya, sementara perusahaan tambang berkepentingan untuk mendapat jaminan politik dan keamanan dalam melanjutkan bisnisnya di daerah. Di sinilah ijon politik itu terjadi," papar Merah.

Selain itu, Jatam juga menemukan sejumlah regulasi dan peraturan yang dibuat, dirancang, dan dikeluarkan di tahun politik yang tampak menguntungkan perusahaan tambang dan rawan digunakan sebagai sumber pembiayaan politik calon kepala daerah.

Salah satunya adalah Permen ESDM No 11 Tahun 2018 yang keluar 19 Februari 2018 lalu tentang Tata Cara Pemberian Wilayah Perizinan dan Pelaporan pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Batubara yang pada intinya Mempermudah Penetapan Wilayah Tambang, Penyiapan WIUP yang Tertutup, Pengumuman Lelang diperpendek hanya 1 bulan untuk mempercepat investasi, luas Wilayah IUP di atas 500 hektare dipermudah, dilelang dan dibuka pada investasi asing. Padahal, sebelumnya di Permen ESDM 28/2013 hanya bisa dibuka investasi asing jika diatas luas 5000 hektare.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement