Kamis 15 Mar 2018 11:30 WIB

Polri Tunda Kasus Hukum Cakada karena tak Ingin Jadi Alat

Polri tak ingin jadi 'alat' untuk saling menjatuhkan pada Pilkada 2018.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Ratna Puspita
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto
Foto: RepublikaTV/Fian Firatmaja
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Pol Setyo Wasisto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri telah memutuskan untuk menunda kasus calon kepala daerah yang berada dalam penanganan Polri. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyatakan Polri tidak ingin dijadikan 'alat' untuk saling menjatuhkan lawan dalam proses pemilihan yang sedang berlangsung.

"Kami sudah mengambil posisi seperti itu kami tidak ingin jadi alat," ujar Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta Selatan, Kamis (15/3).

Kendati polisi mengambil posisi menunda, Setyo mengatakan, ini bukan berarti menghentikan kasus. Seperti yang telah berulang kali disampaikan, Polri ingin menghormati proses demokrasi.

Dia menambahkan proses pemilihan merupakan inti dan substansi dalam demokrasi. "Kami hormati ini agar berlangsung dulu aman damai, kalau nanti ada yang diproses ditunda setelah penetapan baru kita proses, artinya kita hormati supaya tidak gaduh," kata Setyo.

Polri juga khawatir, bila kasus tetap diproses akan muncul tuduhan pada Polri di tengah proses pemilihan yang berlangsung. Tuduhan yang muncul seperti kriminalisasi calon pilkada.

"Nanti disalahkan polisi dituduh macam-macam, kriminalisasi lah menurunkan elektabilitas. Makanya kami ingin Polri ambil posisi menghormati proses demokrasi dengan menunda," kata Setyo menegaskan.

Sejumlah calon kepala daerah masih tersangkut kasus hukum. Di antaranya, Viktor Laiskodat yang mencalonkan diri sebagai calon gubernur Nusa Tenggara Timur dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan ujaran kebencian dan permusuhan terkait pidatonya di Nusa Tenggara Timur pada 1 Agustus 2017.

Pidato Viktor di NTT tersebut pun viral di dunia maya. Dalam video tersebut, Viktor diduga menuduh empat partai yaitu Gerindra, Demokrat, PKS, dan PAN mendukung adanya khilafah karena menolak Perppu Ormas.

Baca juga: Nasdem Sebut Viktor Laiskodat Punya Hak Imunitas Absolut

Nama calon gubernur lain yang terlibat perkara hukum adalah calon Gubernur Papua pejawat Lukas Enembe. Terakhir, Lukas memenuhi panggilan penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal (Dittipidkor Bareskrim) Polri, Senin 4 September2017 lalu.

Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penggunaan anggaran pendidikan berupa beasiswa untuk mahasiswa Papua pada tahun anggaran 2016.

Baca juga: Kuasa Hukum Lukas Enembe Pertanyakan Pemanggilan OPD

Kemudian, calon gubernur Kalimantan Timur Syaharie Jaang sempat diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan dan pencucian uang dengan terdakwa Ketua Pemuda Demokrat Indonesia Bersatu (PDIB), Hery Susanto Gun alias Abun, dan Manajer Lapangan KSU PDIB, Noor Asriansyah alias Elly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement