REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aktivis HAM Haris Azhar ikut mengomentari soal imbauan Menko Polhukam Wiranto kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menunda penetapan tersangka dari kalangan calon kepala daerah (cakada) hingga proses pilkada selesai. Menurut Haris, tepat jika KPK segera mengumumkan nama cakada yang terindikasi korupsi itu.
"Prinsipnya, hukum tidak boleh tunduk pada (kepentingan) politik praktis. Secara faktual, sudah banyak kok kepala daerah yang zalim mencuri uang rakyat, jadi memang konteksnya tepat kalau KPK segera umumkan nama yang diduga korup," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (14/3).
Haris melanjutkan, KPK tidak perlu mencari dampak positif atau negatif terkait imbauan yang dilontarkan Wiranto. Sebab menurutnya, ini soal tugas yang diemban lembaga antirasuah itu sebagai penegak hukum.
"Ini soal tugas penegakan hukum. Jika ada yang curiga KPK (bermain) politik atau ada target tertentu, kan ada mekanisme hukum untuk mempertanyakan nama yang diumumkan," kata mantan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) ini.
Sebelumnya, Wiranto menyampaikan imbauan agar KPK menunda pengumuman cakada pada Pilkada 2018 yang menjadi tersangka kasus korupsi. Penundaan ini agar tahapan pilkada serentak tidak terganggu.
"Ditunda dulu lah penyelidikannya, penyidikannya, dan pengajuan dia sebagai saksi dan sebagai tersangka," kata Wiranto di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (12/3) kemarin.
Wiranto mengatakan permintaan penundaan itu dimaksudkan agar tahapan pilkada dan pencalonan kandidat tidak terganggu dengan adanya proses hukum yang harus dipenuhi cakada yang bersangkutan.
Sebab, risiko calon yang dipanggil sebagai saksi atau tersangka oleh KPK akan berpengaruh pada perolehan suara. "Itu pasti akan berpengaruh terhadap pencalonannya," terang Wiranto.