REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Universitas Muhammadiyah Purwokerto (UMP), Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, menambah deretan guru besar yang dimilikinya. Yakni dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Tanto Sukardi, M.Hum sebagai guru besar pendidikan sejarah.
Pengukuhan guru besar tersebut dilakukan dalam Rapat Senat Terbuka Universitas Muhammadiyah Purwokerto di Aula A.K. Anshori, Gedung Rektorat UMP, Dukuhwaluh, Purwokerto, Rabu (14/3). Saat memberi sambutan, Rektor UMP Dr. H. Syamsuhadi Irsyad, M.H mengatakan dengan dikukuhkannya Prof. Dr. Tanto Sukardi, M.Hum., saat ini UMP telah memiliki lima orang guru besar.
Menurut dia, Prof. Dr. Tanto Sukardi, M.Hum merupakan guru besar ketiga yang berasal dari UMP karena dua guru besar lainnya dari luar perguruan tinggi itu. Ia mengharapkan semua dosen UMP mendapat kesempatan yang sama dan memperoleh kemudahan dalam meraih gelar profesor.
"Dengan demikian, kehendak UMP untuk mempunyai program S3 (doktoral) dapat terlaksana karena jumlah profesor yang mencukupi," katanya.
Sementara saat menyampaikan pidato pengukuhan jabatan guru besar pendidikan sejarah yang berjudul "Paradigma Baru Pendidikan di Indonesia dan Tuntutan Inovasi Pembelajaran Sejarah dalam Era Globalisasi", Prof. Dr. Tanto Sukardi, M.Hum menyoroti pentingnya penggunaan model inovatif dalam pembelajaran sejarah. Walaupun tidak ada satu pun metode yang terbaik, namun menurutnya guru perlu menerapkan metode yang paling tepat dalam proses pembelajaran.
Ia mengatakan ciri-ciri metode pembelajaran yang baik, di antaranya teliti, cermat, tepat, dan sungguh-sungguh dengan melibatkan kejujuran guru dan siswa. Selain itu, artistik dalam arti guru benar-benar dapat merasakan mana yang relevan dan mana yang tidak relevan, sehingga guru mampu menginterpretasi dan menganalisis.
Selanjutnya bersifat pribadi, yakni metode itu sudah mempribadi pada diri guru, tidak bersifat formalitas atau rutin belaka, sebab yang penting adalah pengalaman. Menurut dia, ciri-ciri lainnya berupa menghubungkan dirinya dengan pengalaman yang telah dimiliki siswa.
"Selama ini, proses pembelajaran di beberapa jenjang pendidikan pada umumnya masih menggunakan strategi pembelajaran tradisional. Dalam strategi pembelajaran seperti ini, pendidik berkedudukan sebagai sumber ilmu, yang cenderung bertindak 'otoriter' dan mendominasi aktivitas kelas selama pembelajaran berlangsung. Sementara itu peserta didik dituntut untuk mendengarkan, mencatat penjelasan, dan meniru apa yang dilakukan guru," katanya.
Selain masalah inovasi dalam pembelajaran, Prof. Tanto juga memaparkan pentingnya pemahaman nilai sejarah yang berorientasi masa depan. Menurut dia, pemikiran alternatif tentang pemahaman nilai-nilai sejarah yang berorientasi masa depan itu menuntut beberapa persyaratan pokok di antaranya kesiapan dari sejarawan pendidik atau guru sejarah, penyusunan kurikulum dan buku teks sejarah, serta metode dan model pembelajaran yang komprehensif.