Senin 12 Mar 2018 20:13 WIB

Komite Pemantau: Langkah KPK Terlambat

Syamsuddin mengatakan ada kecenderungan KPK terjebak masuk ranah politik

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Bilal Ramadhan
Gedung KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia melihat, langkah penyelidikan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait keberadaan calon kepala daerah yang berpotensi menjadi tersangka korupsi memang terlambat. Direktur KOPEL Indonesia, Syamsuddin Alimsyah, bahkan melihatnya cenderung dipersepsikan KPK terjebak masuk ranah politik.

Syamsuddin juga bertanya, apa manfaat pernyataan KPK terhadap pendidikan hukum dan politik bagi masyarakat untuk bersikap kritis. Sebab, publik juga belum atau tidak paham siapa calon bakal tersangka.

"Dikhawatirkan, publik ditarik ke ranah politik yang tidak pasti dan saling curiga," ujarnya ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (12/3).

Takutnya, Syamsuddin menambahkan, publik menjustifikasi pernyataan KPK bahwa semua penjawat dan mantan gubernur atau mantan bupati melakukan korupsi. "Lalu, apakah calon lain yang tidak termasuk dua kategori tersebut bisa dijamin lebih bersih? Belum tentu juga. Persepsi ini yang harus dihindari," ucapnya.

Syamsuddin menganjurkan, KPK tidak perlu mempublikasi adanya calon kepala daerah yang menjadi 90 persen calon tersangka. Sebaiknya, lembaga anti rasuah ini mempercepat saja proses penyelidikan untuk kemudian ditingkatkan sebagai tersangka.

Perlu diketahui, KPK juga memiliki tanggung jawab menjaga dan memastikan Pilkada berintegritas. Selama ini, dalam proses verifikasi calon kepala daerah sesungguhnya juga dilibatkan, yakni dalam administrasi laporan kekayaan kandidat.

"KPK seharusnya dari awal lebih tegas di sini, maksimalkan penelusuran atas sumber kekayaan kandidat yang dianggap tidak rasional," tutur Syamsuddin.

Sejak dini, KPK sebaiknya memanfaatkan kewenangan ikut memastikan Pilkada berintegritas dengan secara serius memastikan kekayaan kandidat. Akan lebih terhormat, Syamsuddin mengatakan, apabila KPK dari awal memberikan catatan kepada kandidat yang kekayaannya abu-abu.

Syamsuddin mengajak untuk melihat kembali ke jaman kepemimpinan Abraham Samad. Saat itu, dikenal tinta saksi stabilo bagi sang Menteri. Harusnya ini bisa dikembangkan KPK di Pilkada.

"KPK dapat memberikan warna, mana kandidat yang kekayaannya bersih," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement