REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lukman Edy mengatakan, mengincar posisi calon wakil presiden (Cawapres) di Pilpres 2019 merupakan langkah paling rasional bagi partainya. Hal tersebut berdasarkan pertimbangan sumber daya yang dimiliki PKB.
"Kita melihat resources kita, kalau PKB 100 kursi di DPR maka pikiran logis kita wajar mengincar posisi Capres. Tapi kan PKB hanya mempunyai 10 persen pada pemilu 5 tahun lalu, terlalu naif juga kita mengincar Capres."
Kecuali, lanjut Lukman, jika presidential threshold atau ambang batas pencalonan presidennya nol persen. Kondisi ini tentu akan membuat PKB cukup representatif untuk mengajukan sebagai Capres.
Lukman menyatakan dukungan kepada Ketua Umum PKB untuk menjadi Cawapres adalah harga mati bagi partainya. PKB pun masih yakin Joko Widodo akan menggandeng Ketua Umum PKB sebagai Cawapres. Lukman menyampaikan pertimbangan tersebut yaitu karena populisme Islam saat ini meningkat dan juga karena faktor kondisi sosial masyarakat.
"Kami pengurus DPP mendorong dengan segala kemampuan kami. (Dengan) melihat sosial kemasyarakatan hari ini, dan meningkatnya populisme Islam/ Alasan-alasan logis seperti ini, kami sampaikan ke Pak Jokowi bahwa yang paling bisa memberikan jaminan supaya Jokowi tetap eksis ke depan adalah dengan menggandeng Ketua Umum PKB,"
Sementara itu, Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menuturkan ada banyak faktor yang membuat banyak Parpol enggan mengajukan capres sendiri. Parpol justru banyak yang mengekor ke bakal Capres pejawat Jokowi
"Parpol ini juga berpikir tentang modal finansial mengajukan Capres, modalnya tidak sedikit. Misalnya, ada bahkan sejumlah data, dan juga pernah dibahas di majalah Forbes, itu angkanya antara Rp 1 sampai 7 Rp triliun (ongkos untuk mengajukan capres). Siapa yang mau modalin Rp 1 triliun itu untuk pemenangan Pilpres," ujarnya.
Karena itu, Parpol-Parpol menjadi cenderung pragmatis dan lebih memilih sosok yang peluang kemenangannya paling besar. Mendukung pencapresan pejawat merupakan langkah termudah dan lebih irit. Sosok capres pejawat, tentu banyak terpublikasi di media massa dalam kapasitasnya sebagai Presiden tanpa harus beriklan.
"Tapi kalau lawan politiknya kan butuh cost juga untuk beriklan, Presiden tidak perlu beriklan selama hampir 5 tahun. Dari situ kita bisa lihat bahwa Parpol-Parpol masih pragmatis posisinya, mana yang paling mungkin menang, dia akan dipilih. Tidak berpikir idealisme partai," jelasnya.