Rabu 07 Mar 2018 12:38 WIB

Alasan Parpol Enggan Usung Capres Sendiri Menurut Pengamat

Forbes pernah menyebut ongkos politik pencapresan capai Rp 1 triliun.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Andri Saubani
Ubedilah Badrun
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Ubedilah Badrun

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menuturkan, ada banyak faktor yang membuat banyak partai politik (parpol) enggan mengajukan calon presiden (capres) sendiri. Parpol justru banyak yang mengekor ke bakal capres pejawat Joko Widodo (Jokowi).

"Ada banyak faktor. Ada yang dicitrakan ke publik bahwa banyak kebijakan ini yang berhasil. Kedua, parpol-parpol ini juga berpikir tentang modal finansial untuk mengajukan capres, karena modalnya tidak sedikit," kata dia kepada Republika.co.id, Rabu (7/3).

"Misalnya, ada bahkan sejumlah data, dan juga pernah dibahas di majalah Forbes, itu angkanya antara Rp 1 sampai Rp 7 triliun (ongkos untuk mengajukan capres). Siapa yang mau modalin Rp 1 triliun itu untuk pemenangan pilpres?" kata Ubedilah, menambahkan.

Karena itu, parpol-parpol menjadi cenderung pragmatis dan lebih memilih sosok yang peluang kemenangannya paling besar. Mendukung pencapresan pejawat merupakan langkah termudah dan lebih irit. Sosok capres pejawat, tentu banyak terpublikasi di media massa dalam kapasitasnya sebagai Presiden tanpa harus beriklan.

"Tapi kalau lawan politiknya kan butuh cost juga untuk beriklan, Presiden tidak perlu beriklan selama hampir lima tahun. Dari situ kita bisa lihat bahwa parpol-parpol masih pragmatis posisinya, mana yang paling mungkin menang, dia akan dipilih. Jadi tidak berpikir idealisme partai," jelas pengajar sosial politik di UNJ ini.

Padahal, menurut Ubedilah, berdasarkan hasil survei beberapa lembaga, publik lebih banyak membutuhkan capres alternatif. Bahkan, elektabilitas Jokowi tidak sampai melebihi 50 persen atau bahkan 40 persen di sejumlah lembaga survei.

"Ini tantangan untuk parpol-parpol yang ada. Apakah ada partai, termasuk partai yang berbasis Islam, yang mampu menangkap pesan penting dari keingiann publik ini, bahwa publik ingin pemimpin baru," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement