Sabtu 03 Mar 2018 12:05 WIB

Kontroversi Pengembalian Uang Bisa Batalkan Kasus Korupsi

Polri menegaskan pernyataan Kabareskrim Ari Dono merupakan pendapat pribadi.

Pekerja membersihkan logo Komisi Pemberantasan Korupsi di gedung KPK, Jakarta, Senin (5/2).
Foto:

Ketika seseorang melakukan korupsi kemudian dalam penyelidikan ternyata sudah dikembalikan, yang berhak menentukan kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). "Misalnya, BPK sudah menentukan kerugian negara tidak ada, ya sebetulnya tidak perlu ditindaklanjuti, menurut beliau (Ari Dono)," kata Setyo.

Dengan begitu, lanjut Setyo, bila kasus dihentikan dan tidak ada kerugian negara, tidak memerlukan biaya penyidikan dan biaya penuntutan. Hal itu mengingat indeks per kasus korupsi bernilai sekitar Rp 208 juta.

Jika, misalnya, nilai korupsinya hanya Rp 100 juta, tetapi biaya penyidikannya Rp 200 juta, maka, menurut Setyo, justru akan menyebabkan negara rugi. "Padahal, uang negara yang 100 juta sudah dikembalikan," katanya menjelaskan.

Setyo menegaskan, ucapan Kabareskrim terkait hal tersebut masih berupa wacana semata. Kabareskrim mengajukan ide adanya alternatif sanksi untuk korupsi dengan nilai dan indeks tertentu.

Hal tersebut pun masih perlu dikaji lebih lanjut, belum untuk diimplementasi. "Ini masih dalam wacana, diskursus untuk kita semuanya mungkin dihukum saja tidak cukup, mungkin sanksi sosial yang lebih membuat jera," kata Setyo.

Jogja Corruption Watch (JCW) menyayangkan pernyataan Kabareskrim Polri yang mengatakan jika ada oknum pejabat daerah korupsi, tapi uang sudah dikembalikan, maka perkaranya bisa dihentikan. JCW menilai, hal itu bisa memunculkan multitafsir.

"Bisa saja publik mengartikan silakan korupsi, tetapi dikembalikan uang yang Anda korupsi, maka tidak dipidana. Maka, kasus korupsi akan semakin subur," ujar Koordinator Pengurus Harian (KPH) JCW Baharuddin Kamba dalam keterangan tertulis, Jumat (2/3).

Wacana penghentian kasus korupsi bagi pejabat daerah yang menyerahkan uang hasil korupsi lalu proses hukum bisa dihentikan, sangat tidak sejalan dengan semangat pemberantasan korupsi dan tentunya menabrak Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). "Dan, bisa menjadi lonceng kematian bagi upaya pemberantasan korupsi di republik ini," ucapnya.

Hal sama disampaikan pengamat hukum yang juga Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Syaiful Bakhri. Dia menegaskan, di dalam hukum pidana, pengembalian dan pemulihan uang negara oleh pelaku tindak korupsi tidak bisa membatalkan suatu perbuatan tindak pidananya.

Di dalam sebuah tindakan kasus pidana korupsi, Syaiful kembali menegaskan, jelas bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendahulukan proses pengembalian keuangan negaranya, setelah itu baru proses pemidanaan dan penghukumannya.

"Jadi, tidak bisa didahulukan penghukumannya. Kalau dihukum tanpa merampas keuangan negara, maka tujuan hukum pidana korupsinya tidak tercapai," ujar Syaiful.

(Pengolah: nashih nashrullah).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement