Jumat 02 Mar 2018 16:23 WIB

Ini Empat Opsi yang Bisa Diambil Presiden Terkait UU MD3

Mahfud mengatakan, presiden memiliki wewenang untuk mengambil sikap terkait UU MD3.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Bayu Hermawan
Mahfud MD
Foto: Republika/Neni Ridarineni
Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengatakan, ada empat opsi yang bisa diambil Presiden Joko Widodo terkait UU tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). Ia memandang bahwa Presiden memiliki wewenang untuk mengambil sikap tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Menurutnya, Presiden harus mengambil keputusan segera.

Opsi pertama yang disodorkan, ujar Mahfud, Presiden bisa saja menandatangani UU MD3 lalu diserahkan kepada masyarakat apakah mau digugat atau tidak kepada Mahkamah Konstitusi. Opsi kedua, Presiden bisa saja tidak menandatanginya dan diserahkan kepada masyarakat.

"Karena tidak menandatangani juga pilihan kan?" ujar Mahfud usai memberikan pidato kebangsaan di kawasan pecinan Kota Padang, Kamis (1/3) malam.

Sementara opsi ketiga, Mahfud melanjutkan, Presiden Jokowi bisa menandatangani lalu mengubah UU tersebut melalui legislatif review. Jalan lain, alias opsi keempat, Presiden menandatangani UU MD3 lalu disusul dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) untuk mencabut tiga pasal yang bermasalah.

"Kami katakan, semua bisa dilakukan Presiden mana yang dianggap baik silakan diambil," katanya.

Rabu (28/2) lalu, Presiden memanggil sejumlah ahli tata negara, termasuk Mahfud MD, untuk mendengar masukan dan pandangan terkait UU MD3 dan juga revisi KUHP. Presiden meminta pandangan pakar atas UU MD3 dan sejumlah pasal kontroversial, yakni Pasal 73, Pasal 122, dan juga Pasal 245. Dalam pasal-pasal tersebut diatur hak imunitas anggota DPR, pasal penghinaan, serta terkait pemanggilan paksa.

"Presiden juga memperhatikan benar masukan itu. Dalam waktu sepekan ke depan barangkali sudah ada sikap Presiden," jelas Mahfud.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement