REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto menyatakan pihaknya masih mendalami motif penyebaran hoaks oleh sekelompok orang yang mengatasnamakan Muslim Cyber Army (MCA). Terkait hal tersebut, penyidik memerlukan waktu lebih.
"Memerlukan waktulah," kata Setyo di Markas Besar Polri, Jakarta, Jumat (2/3).
Setyo menyatakan, Polri tidak ingin kasus MCA ini seperti Saracen yang pada akhirnya tidak diketahui siapa aktor utama selain Jasriadi. "Saracen itu juga terputus kan. Karena kami tidak bisa naik ke atasnya," ujar Setyo.
Itu pun, Jasriadi justru lebih terkena pasal terkait dengan illegal access atau akses ilegal. Hingga kini tidak diketahui adanya orang lain di atas Jasriadi yang memesan berita hoaks Saracen. "Ya memang nggak ada bukti-bukti lain yang untuk mengkait yang apakah ada aktor intelektualnya segala macam," kata Setyo.
Sedangkan untuk kasus penyebaran berita hoaks yang mengatasnamakan grup Whatsapp The Family MCA dan sejumlah grup di media sosial lainnya, Setyo berharap penyidik dapat mengungkap hingga tuntas. "Nanti ini moga-moga kita bisa angkat sampai ke atas siapa yang meng-create siapa yang bekerja sama dengan itu," kata dia.
Setyo pun mengaku belum mengetahui secara rinci bagaimana sistem rekrutmen MCA.
Sejumlah tersangka ditangkap serentak pada Senin (26/2). ML (40 tahun) ditangkap a di Sunter, Jakarta Utara. RSD (35 tahun) ditangkap di Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung. RS ditangkap di Jembrana, Bali. Sedangkan Yus ditangkap di Sumedang Jawa Barat. Tersangka lain ditangkap di Palu dengan inisial RC, dan seorang lagi di Yogyakarta.
Mereka disebut menyebarkan berita hoaks dengan rasa ujaran kebencian sesuai dengan isu yang berkembang dan bernada provokasi. seperti isu kebangkitan PKI, penculikan Ulama, dan penyerangan terhadap nama baik presiden, pemerintah, serta tokoh-tokoh tertentu.
Selain ujaran kebencian, sindikat ini ditenggarai juga mengirimkan virus kepada kelompok atau orang yang dianggap musuh. Virus ini biasanya merusak perangkat elektronik penerima.
Untuk itu, aparat menangkap para tersangka dengan dugaan telah melakukan tindak pidana sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi SARA dan atau dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan tindakan yang menyebabkan terganggunya sistem elektronik dan atau membuat sistem elekteonik tidak bekerja sebagaimana mestinya. Mereka terancam dikenai pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU ITE 11/2008 ITE, pasal jo pasal 4 huruf b angka 1 UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan atau pasal 33 UU ITE.