Jumat 02 Mar 2018 04:00 WIB

Pakar: Pengembalian Kerugian Negara tak Hapus Unsur Pidana

Penghentian kasus karena tersangka mengembalikan uang korupsi tak sesuai UU.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Bayu Hermawan
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menjadi pembicara pada diskusi yang diprakarsai oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) di Jakarta, Minggu (30/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menuturkan penghentian perkara korupsi karena tersangkanya telah mengembalikan uang yang dikorupsi tersebut, jelas bertentangan dengan pasal 4 Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Pasal ini menyebutkan pengembalian uang tidak menghapus tindak pidananya.

"Jika yang dimaksud sudah terjadi tindak pidana korupsi, kemudian diproses lalu dikembalikan kerugian negaranya dan perkara dihentikan, ini jelas-jelas bertentangan dengan pasal 4 UU Tipikor yang menyatakan pengembalian kerugian negara tidak menghapuskan tindak pidananya," ujarnya kepada Republika.co.id, Kamis (1/3).

Fickar menjelaskan bahwa pengembalian kerugian negara itu hanya memengaruhi besar-kecilnya hukuman yang akan diterima. Karena itu, ia mengkritik kerja sama yang dijalin antara Kementerian Dalam Negeri melalui Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), Polri dan Kejaksaan Agung, dalam hal penanganan korupsi di daerah.

Menurut Fickar, kerja sama tersebut malah mencemari sifat extraordinary crime atau kejahatan luar biasa yang melekat pada tindak pidana korupsi. Walhasil, korupsi bukan lagi kejahatan luar biasa melainkan hanya kejahatan yang biasa.

"MoU dan kebijakan yang demikian jelas-jelas telah mendegradasi tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime menjadi tindak pidana biasa saja, sikap ini berbahaya karena dipastikan akan melahirkan "semangat korupsi dulu", kalau ketahuan kembalikan," kata dia.

Seperti diketahui, pada Rabu (28/2) lalu, Kemendagri melalui APIP, Polri, dan Kejaksaan Agung menandatangani Perjanjian Kerja Sama Koordinasi APIP dan Aparat Penegak Hukum terkait indikasi korupsi.

Melalui kerja sama tersebut, Kepala Bareskrim Polri Komjen Polisi Ari Dono Sukmanto mengatakan penyelidikan kasus korupsi pejabat daerah akan dihentikan apabila tersangkanya mengembalikan uang kerugian negara tersebut ke kas negara. "Kalau masih penyelidikan, kemudian tersangka mengembalikan uangnya, mungkin persoalan ini tidak kami lanjutkan ke penyidikan," kata Ari.

Menurutnya, pengembalian uang kerugian negara dari tindak pidana korupsi ini akan membuat anggaran untuk penyidikan tidak terbuang sia-sia. Apalagi, jika kerugian negaranya hanya sekitar Rp 100 juta hingga Rp 200 juta. Ia tidak ingin kepolisian menangani perkara yang lebih kecil nilai kerugian negaranya ketimbang anggaran penanganannya.

"Anggaran penanganan korupsi di Kepolisian itu Rp 208 juta, kalau yang dikorupsi Rp 100 juta kan negara jadi tekor. Penyidikan (biayanya) segitu, belum nanti penuntutan ada (anggaran) lagi, nanti peradilan sampai masa pemidanaan ada lagi," jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement