REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani, mendukung kajian pengusulan Profesor Sardjito untuk mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Menurut Puan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan Sardjito patut diapresiasi dan diteruskan.
Puan mengatakan, perjuangan dan pengorbanan Sardjito jangan pernah dilupakan dan harus diabadikan. Hal itu sejalan dengan pemikiran Bung Karno yang menyatakan agar kita jangan sekali-kali melupakan sejarah.
"Jangan sampai kita menjadi bangsa yang melupakan sejarah dengan tidak mengenal pahlawannya yang sudah berjasa untuk bangsa," papar Puan dalam Seminar Nasional dalam Rangka Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Bagi Prof. Dr. M. Sardjito, MPH., di Hotel Indonesia Kempinski Jakarta, Selasa (27/2).
Menurut Puan nilai-nilai perjuangan dan pengorbanan Sardjito patut diapresiasi dan diteruskan. Saat ini, kata Puan, perlu dilihat lebih jauh kesiapan dan kelengkapan syarat-syarat pengajuan gelar pahlawan tersebut. Hal ini bisa dilihat antara lain dari jejak sejarah hingga kesaksian dari ahli sejarah terhadap peran dan kontribusi Sardjito.
Selain dalam bidang kesehatan, Puan menjelaskan bahwa Sardjito sangat berperan dalam dunia pendidikan tinggi Indonesia. Ketika Bandung menjadi lautan api, Profesor Sardjito menyelamatkan aset pendidikan dengan memindahkan Institut Pasteur ke Klaten dengan mempertaruhkan nyawanya.
Profesor Sardjito juga seorang budayawan. Pahatan pada Candi Borobudur pernah diteliti dan hasil penelitiannya disampaikan dalam kongres internasional di Manila pada tahun 1953 yang membuka mata dunia tentang tingginya peradaban di Indonesia pada masa lalu. Kemudian pada tahun 1991 Borobudur dinobatkan sebagai warisan dunia.
"Sardjito punya jiwa pengabdian yang tidak memikirkan untuk diri sendiri, melainkan untuk keilmuan, masyarakat, negara dan bangsa. Sifat keteladanan inilah yang perlu dicontoh oleh kita semua, generasi penerus bangsa," papar Puan.