Rabu 21 Feb 2018 13:43 WIB

Di Balik 'Orang Gila', Ada Upaya Monitoring Dakwah

Tanda ada yang menggerakan, tidak mungkin orang-orang gila bisa berkoordinasi.

Rep: Ali Mansur/ Red: Agus Yulianto
Ismail Yusanto
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ismail Yusanto

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Fenomena 'orang gila' merusak tempat ibadah dan menyerang tokoh agama belakangan ini, membuat masyarakat khawatir dan resah. Apalagi, penyerangan tersebut di beberapa tempat memilki pola yang sama. Sehingga sentimen masyarakat melihat kasus ini terus berkembang, tidak sedikit yang mengaitkan dengan isu politik.

Menanggapi hal itu, juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Ismail Yusanto mengaku, sebenarnya dirinya tidak tahu apa yang terjadi dibalik fenomena penyerangan pemuka agama oleh orang yang diduga gila tersebut. Namun, kata dia, banyak sentimen yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Di antaranya supaya aparat punya alasan untuk mengawasi Masjid dan Pesantren dengan alasan menjaga ulama kiai, ustaz.

"Padahal, maksud sesungguhnya adalah untuk memonitor ceramah atau dakwah yang terkait pilkada," tegas Ismail, saat dihubungi melalui pesan singkat, Rabu (21/2).

Sementara Koordinator Indonesia Crime Analyst Forum (ICAF), Mustofa B Nahrawardaya menyampaikan, tanpa ada yang menggerakkan, maka sangat tidak mungkin orang-orang gila bisa berkoordinasi seperti itu. Karena kasus-kasus yang terjadi memiliki pola yang sama, korban pun sama, dan pelaku juga demikian memiliki karakter sama, yaitu dianggap sakit jiwa.

 

Mustofa berpendapat ada ghost protocol yang sedang berjalan dalam kasus fenomena orang gila aniaya pemuka agama ini. "Kemungkinan ada yang memberlakukan ghost protokol alias SOP liar. Tidak tersentuh aktor intelektualnya atau dalangnya. Bisa dirasakan ada dalangnya, tapi tak mudah menemukan posisi dan identitasnya," ungkap Mustofa.

Memang dalang dibalik strategi ghost protocol belum dapat diketahui meski bisa dirasakan keberadaannya. Dalam kasus kegilaan di Indonesia ini, kata dia, si aktor intelektualnya atau dalang ingin memberi pesan pada para musuhnya.

 

Pesannya, Mustofa menduga, agar tidak melakukan tindakan yang merugikan si dalang. Yakni dengan cara mengirim orang gila. "Sebagian yang dikirim berhasil memberi pesan luka, bahkan nyawa. Sebagian lagi gagal adanya," keluh Mustofa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement