Rabu 21 Feb 2018 12:16 WIB

19 Bahasa Daerah Terancam Punah

Penanganan terhadap setiap status bahasa daerah harus berbeda.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Andi Nur Aminah
Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Dadan Sunendar, memaparkan makalah tentang Kebijakan Perlindungan Bahasa dalam Gelar Wicara dan Festival Tunas Bahasa Ibu di Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (21/2).
Foto: Gumanti Awaliyah/REPUBLIKA
Kepala Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Dadan Sunendar, memaparkan makalah tentang Kebijakan Perlindungan Bahasa dalam Gelar Wicara dan Festival Tunas Bahasa Ibu di Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (21/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dari 652 bahasa daerah yang telah dicatat dan diidentifikasi, baru 71 bahasa daerah yang dipetakan vitalitas atau daya hidupnya. Hasilnya, 19 bahasa daerah terancam punah dan 11 bahasa dikategorikan punah. Selain itu ada empat bahasa kritis, dua bahasa mengalami kemunduran, 16 bahasa dalam kondisi rentan, dan 19 berstatus aman.

"Dari identifikasi itu, 19 bahasa daerah saat ini memang terancam punah. Karena semua penutur bahasa daerah tersebut berusia 20 tahun ke atas," kata Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Dadang Sunendar, ketika memaparkan makalah kebijakan perlindungan bahasa di Rawamangun, Jakarta Timur, Rabu (21/2).

Dia mengatakan, ke-19 bahasa yang terancam punah tersebut berasal dari Maluku, Papua, Sulawesi, Sumatra, NTT dan Gorontalo. Dia menyebut, banyaknya bahasa yang hampir punah disebabkan karena kurang optimalnya perlindungan yang selama ini telah dilakukan. Terlebih, upaya pemerintah daerah yang dinilai masih minim.

Menurut dia, secara garis besar perlindungan bahasa dan sastra meliputi pemetaan, kajian vitalitas, konservasi, revitalisasi dan peta bahasa dan registrasi bahasa dan sastra. Kendati demikian, dia mengingatkan, penanganan terhadap setiap status bahasa daerah harus berbeda. "Bahasa yang terancam punah dan bahasa yang rentan punah tidak bisa ditangani dengan cara yang sama. Bahkan untuk bahasa yang punah pun, harus ditangani itu bagaimana dokumentasi dan lain-lainnya," kata Dadang.

Dia menerangkan, pemetaan bahasa pada 2018 akan dilakukan di enam daerah pengamatan (DP) di Papua dan Papua Barat, satu DP di Maluku, dan satu DP di NTT. Di samping itu, 30 unit pelaksana teknis (UPT) Kantor atau Balai Bahasa di seluruh Indonesia juga akan memverifikasi kembali hasil penataan tahun sebelumnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement