Senin 19 Feb 2018 20:58 WIB

Korupsi Meningkat, ICW: Cermatlah Pilih Calon Kepala Daerah

Ada 11 kasus kepala daerah yang menggunakan modus suap

Rep: Dessy Suciati Saputri/ Red: Bilal Ramadhan
Koruptor (ilustrasi).
Foto: Blogspot.com
Koruptor (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Corruption Watch (ICW) menyebut kepala daerah merupakan pejabat negara yang rentan melakukan tindak pidana korupsi selama tahun 2017. Wana Alamsyah, staf divisi investigasi ICW menyampaikan terdapat 30 kepala daerah di 29 daerah yang terjerat kasus korupsi selama 2017.

Dari 29 daerah itu,12 daerah di antaranya diketahui akan menyelenggarakan pilkada 2018. Wana menyebut, dari 12 daerah tersebut, sebanyak lima kepala daerah pun telah ditetapkan sebagai tersangka dan satu kepala daerah diputus bebas oleh hakim karena tidak terbukti menerima gratifikasi.

"Dari 12 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada, lima kepala daerah yang telah ditetapkan tersangka berencana akan mencalonkan kembali sebagai kepala daerah," kata Wana di kantor ICW, Jakarta Selatan, Senin (19/2).

Berdasarkan pemantauan ICW, enam kepala daerah pernah terjerat kasus korupsi dan berencana akan mengikuti pilkada 2018. Mereka yakni Wali Kota Tegal Siti Masitha Soeparno, Bupati Nganjuk Taufiqurrahman, Wali Kota Mojokerto Masud Yunus, Bupati Kartanegara Rita Widyasari, Wali Kota Batu Eddy Rumpoko, dan Bupati Lombok Timur Sukiman Azmy yang juga menjadi bakal calon Bupati Lombok Timur 2018 dan pernah diduga menerima gratifikasi namun tak terbukti.

Wana mengatakan, modus korupsi yang dilakukan oleh kepala daerah beragam, salah satu yang paling banyak dilakukan yakni suap menyuap. Ia menyebut terdapat sekitar 11 kasus korupsi yang dilakukan dengan menggunakan modus ini.

Selain itu, juga ditemukan modus penyalahgunaan anggaran sebanyak sembilan kasus. "Hal tersebut perlu diantisipasi mengingat pilkada serentak 2018 akan dilangsungkan," kata dia.

Menurut ICW, maraknya modus suap yang dilakukan oleh kepala daerah ini diduga dilakukan untuk membiayai kampanye yang memakan dana sangat besar. Lemahnya partisipasi masyarakat serta kurangnya transparansi anggaran membuat dana-dana strategis dengan mudah dimanfaatkan untuk kepentingan salah satu pasangan calon.

Koordinator Divisi Investigasi ICW Febri Hendri pun mengajak pemilih di daerah yang tengah menyelenggarakan pilkada serentak 2018 agar lebih cermat dan bijak dalam memilih calon kepala daerahnya.

"Kami juga mengajak pemilih di tujuh provinsi ini untuk bijak dan cermat serta kritis memilih calon gubernur. Jangan sampai setelah ini masih tercatat juga provinsinya memiliki kasus korupsi," ujar Febri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement