Senin 19 Feb 2018 14:38 WIB

Manager: Polisi Harus Jamin Keselamatan Tokoh Agama

Kasus kekerasan terhadap ulama kembali terjadi.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Manager Nasution
Foto: dok. Pribadi
Manager Nasution

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Muhammadiyah Karangasem, Paciran Lamongan, KH Hakam Mubarok dianiaya oleh orang yang diduga 'gila'. Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution meminta polisi tegas menjamin keselamatan tokoh agama, dengan kembali terjadinya peristiwa penganiayaan tokoh agama ini.

Ia meminta polri melakukan investigasi terhadap peristiwa penganiayaan ini dan tokoh agama yang telah terjadi, serta menyampaikan hasilnya secara transparan kepada keluarga/publik. "Sulit untuk membantah adanya dugaan kuat dari publik bahwa rentetan peristiwa-peristiwa terakhir ini bernuansa skenario adudomba antar umat beragama," kata mantan Komisioner Komnas HAM ini, Senin (19/2).

Publik pun sulit untuk memahami bahwa peristiwa-peristiwa ini kriminal murni, karena dugaan by design terlalu terlihat. Namun, ia mengatakan banyak dugaan apakah rangkaian peristiwa-peristiwa itu sebagai pengalihan isu, atau ternyata sedang berlangsung skenario paling sensitif, yakni proyek adu domba intra dan antar umat beragama.

"Apapaun alasannya, Negara harus hadir. Negara punya mandat menghentikan perilaku tak beradab itu," tegasnya.

Negara punya mandat mengusut tuntas kasus-kasus itu siapa pun pelaku dan aktor intelektualnya, serta apa pun motifnya. Negara khususnya pekerintah juga harus hadir dan memastikan bahwa peristiwa-peristiwa yang jauh dari keadaban itu tidak terulang lagi di masa mendatang. Kehadiran Negara itu, menurutnya, sangat penting untuk menjawab pertanyaan publik, apakah peristiwa-peristiwa itu sebagai peternakan 'orang gila gaya baru'.

"Apakah kasus-kasus itu sebagai laboratorium adu domba umat beragama di Indonesia? Sekali lagi kita berharap bahwa hal itu tidak bebar adanya," ujarnya.

Namun melihat kembali berulangnya kasus dengan pola dan modus yang relatif sama, 'orang gila gaya baru'. Polisi pun diharapkan tidak tergesa-gesa menyimpulkan pelakunya sebagai orang gila. Sebab polisi perlu mengurai secara profesional dan mandiri apakah kasus-kasus tersebut murni pidana atau 'by design'.

Biarlah pengadilan, berdasarkan fakta-fakta medis dan fakta hukum lainnya di persidangan yang punya otoritas memutuskan apakah para pelaku penganiayaan ini benar-benar "sikat jiwa" atau tidak.

Karena bila peristiwa ini dibiarkan akan menimbulkan syiar ketakutan publik. Maka Komnas HAM perlu menunaikan mandatnya untuk memantau proses investigasi yang dilaksanakan oleh Polri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement