Kamis 15 Feb 2018 16:25 WIB

Pengamat: Konflik DPR-KPK akan Terus Berlangsung

Jika tidak melaksanakan rekomendasi pansus, penuntut pembubaran KPK akan bertambah

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Bilal Ramadhan
Gedung KPK
Foto: Republika/Iman Firmansyah
Gedung KPK

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan masa kerjanya pada penutupan masa sidang Paripurna ke-18, Rabu (14/2) kemarin. Meski telah resmi membubarkan diri, rekomendasi Pansus Angket KPK menyisakan perdebatan antara DPR dan KPK.

Pengamat Network for South East Asian Studies (NSEAS), Muchtar Effendi Harahap mengatakan konflik antara DPR dan KPK akan terus berlangsung jika KPK tidak melaksanakan rekomendasi Pansus Angket KPK. "Dan anggota penuntut pembubaran KPK (akan) kian bertambah," kata Muchtar, Kamis (15/2).

Ia mengatakan, Pansus bukan merupakan upaya untuk membubarkan KPK, melainkan hanya sebuah rekomendasi. Namun bagi pendukung KPK apa yang dilakukan DPR selalu dianggap upaya melemahkan KPK.

"Selama ini menurut pendukung buta KPK, institusi ini mempunyai kinerja baik, efektif dan efisien. Setiap upaya mengkoreksi kinerja KPK dari Pemerintah dan DPR, selalu diklaim sebagai upaya pelemahan KPK. Padahal selama ini memang KPK menjadi lemah karena faktor kepemimpinan dan internal KPK itu sendiri," jelasnya.

Ia juga menilaiKPK kerap membela diri kritikan baik terkait dengan mekanisme dan prosedur penanganan tindak pidana korupsi ataupun efektifitas dan efisiensi kelembagaan KPK. Menurutnya, hal tersebut terbukti dari sikap KPK terhadap rekomendasi Pansus Angket KPK yang disampaikan dan disetujui Rapat Paripurna.

"Sebagaimana Ketua Pansus Hak Angket KPK di DPR Agun Gunandjar, sampaikan, KPK harus memiliki lembaga pengawasan dalam struktur organisasi KPK. Tetapi, KPK terang-terangan menolak, dan menegaskan, KPK dinilai tidak memerlukan Lembaga Pengawasan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement