Rabu 14 Feb 2018 13:51 WIB

BPOM Temukan Produk Impor Ilegal Rp 146,8 Miliar

Produk ilegal masuk ke Indonesia melalui perorangan dengan perilaku pasar masyarakat.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Agus Yulianto
Kepala Badan Pengawan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.
Foto: Republika/Raisan Al Farisi
Kepala Badan Pengawan Obat dan Makanan (BPOM) Penny Kusumastuti Lukito.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI bekerja sama dengan aparat keamanan berhasil menemukan produk impor ilegal berupa bahan baku obat, bahan pangan, dan kosmetik. Nilai barang ilegal selama periode 2016-2017 itu mencapai Rp 146,88 miliar.

Nilai impor produk ilegal tersebut berupa obat Rp 6,38 miliar, suplemen makanan Rp 53 miliar, kosmetik Rp 78 miliar dan bahan pangan Rp 9,5 miliar. Produk impor ilegal tersebut berasal dari Singapura, Malaysia, Thailand, India, dan Tiongkok yang masuk melalui pelabuhan di Kalimantan Timur, Kepulauan Riau maupun jalur darat di perbatasan Kalimantan Barat.

Dalam acara dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI Selasa (13/2) kemarin, Kepala BPOM RI Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, kebanyakan produk ilegal masuk ke Indonesia melalui perorangan dengan perilaku pasar masyarakat. Selain ketergantungan dan kebiasaan masyarakat terhadap produk tanpa izin edar serta disparitas harga, aturan pemerintah daerah (Pemda) atau lintas negara yang dinilai tidak relevan lagi, sehingga perlu diperkuat lagi kerja sama lintas sektoral di perbatasan.

"Dalam kerja sama lintas sektoral pengawasan dan penindakan di daerah perbatasan, BPOM RI selama ini telah menjalin komunikasi dengan Kepolisian RI, Ditjen Bea dan Cukai, dan Kementerian Dalam Negeri," ujar Penny dalam siaran pers-nya, Rabu (14/2).

Selain itu, untuk meningkatkan kualitas layanan publik, BPOM RI telah melakukan debirokritiasasi dengan mewujudkan sistem Pelayanan Prima yang mencakup penambahan jadwal layanan, bimbingan teknik dan coaching clinic.

Untuk peningkatan kualitas pelayanan publik, penggunaan teknologi informasi (e-registrasi dan QR-Code) juga terus dilakukan. Dalam efektivitas-nya, percepatan dan transparansi, BPOM juga melakukan revisi dan penyusunan regulasi baru, perbaikan manajemen, dan infrastruktur pendukung. "Semuanya ini bertujuan menciptakan transparansi proses dan percepatan registrasi dan akses masyarakat pada produk bermutu dan aman," ujar Penny.

Ke depan, BPOM RI akan terus melakukan langkah perbaikan berkelanjutan, peningkatan kapasitas sistem e-registrasi, simplifikasi regulasi, capacity building, peningkatan kualitas pelayanan serta keberpihakan pada UKM.

Khusus mengenai penjelasan produk suplemen yang mengandung DNA Babi (Enzyplex dan Viostin DS), Kepala BPOM RI memaparkan kronologi sejak pre-market (registrasi) sudah memenuhi ketentuan, dengan bahan berasal dari sapi. Namun, permasalahan muncul setelah produk diedarkan, yang kemudian dilakukan pengawasan post-market, BPOM RI melakukan sampling terhadap barang yang beredar sehingga ditemukan ada beberapa batch yang terindikasi mengandung DNA babi.

"Selanjutnya, diberikan sanksi yaitu penarikan barang yg beredar dari suplemen yang terindikasi mengandung DNA babi, serta penarikan Ijin Edar Produk tersebut," katanya.

Ketua Komisi IX DPR-RI Dede Yusuf Macan Effendi sangat menyambut baik upaya BPOM RI untuk memperketat pengawasan di daerah perbatasan. Dia menilai, daerah perbatasan harus menjadi prioritas BPOM RI dalam alokasi pembangunan Balai Besar POM di tahun ini.

"Kita harap dari 50-an balai POM yang akan dibangun pada tahun ini, daerah perbatasan jadi prioritas. Contohnya, perbatasan Malaysia saja, sepanjang Kalimantan ada berapa balai POM yang diperlukan, ujar Dede.

Menurutnya, wilayah yang berbatasan langsung dengan negara tetangga sangat riskan terhadap peredaran produk impor yang tidak layak konsumsi serta tidak memiliki izin edar. Hal ini disebabkan, karena perilaku masyarakat yang masih melakukan transaksi jual beli melintasi wilayah perbatasan.

Karenanya, Dede mendukung BPOM RI terus meningkatkan kerja sama lintas sektoral untuk meningkatkan pengawasan di perbatasan. "Khususnya di jalur "tikus"," tandasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement