Senin 12 Feb 2018 10:11 WIB

Misteri Ijazah di dalam Tas Penyerang Gereja Lidwina

Polisi belum membuka kampus yang mengeluarkan ijazah di dalam tas penyerang gereja.

Kapolda DIY, Brigjen Pol Ahmad Dhofiri, usai meninjau tempat kejadian penyerangan di Gereja Santa Lidwina, Ahad (11/2).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Kapolda DIY, Brigjen Pol Ahmad Dhofiri, usai meninjau tempat kejadian penyerangan di Gereja Santa Lidwina, Ahad (11/2).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wahyu Suryana

Penyerangan terhadap rumah ibadah kembali terjadi di Indonesia. Setelah sejumlah serangan menimpa masjid-masjid dan ulama-ulama yang ada di dalamnya, serangan kini menimpa gereja yang ada di Kabupaten Sleman, DIY, daerah yang terkenal dengan keramahanya.

Wajah penuh gelisah, pandangan mata yang kosong, menjadi pemandangan utama dari orang-orang yang berkumpul di sekitaran Gereja Santa Lidwina tampak selepas kejadian, kemarin pagi. Garis kuning Polisi seakan menjadi pemberi kabar pertama, ada peristiwa yang baru saja terjadi.

Misa pagi di Gereja Santa Lidwina yang biasanya berjalan khidmat hari itu berubah menjadi petaka. Diikuti hampir dua ratus jemaat, kegiatan rutin yang diselenggarakan umat Katolik itu mendapat serangan dari seseorang asing.

Panas matahari yang menyengat tampak tidak melunturkan rasa penasaran masyarakat sekitar, yang setia menanti di tembok-tembok sekitaran gereja. Bekas-bekas darah masih dapat pula terlihat di ubin-ubin merah yang ada di depan kapel.

Sejumlah jemaat perempuan di pelataran gereja tampak mengelus dada, berusaha menenangkan masing-masing mereka yang terlihat syok atas kejadian yang baru saja terjadi. Beberapa lainnya sibuk menelepon, memberikan kabar kepada kerabat-kerabat.

Ketua Gereja Santa Lidwina, Sukatno, tampak berusaha tenang menanggapi pertanyaan awak media. Ia pun menjelaskan serangan yang baru saja terjadi, mengakibatkan tiga jemaat terluka, termasuk Romo Edmund Prier.

Satu orang jemaat yang ada di pelataran gereja, Budiyono, menjadi korban pertama pelaku yang masuk melalui pintu gerbang depan. Korban menderita luka sabetan cukup parah di punggung dan belakang leher.

Setelah masuk, satu jemaat lainnya yang sedang berdiri, Martinus, menjadi korban kedua usai mendapat sabetan parang di bagian punggung. Kejadian itu sontak membuat jemaat berteriak dan berusaha menyelamatkan diri menjauhi pelaku yang masuk ke lokasi misa.

Pelaku melanjutkan aksinya dengan mendatangi altar, tempat Romo Prier tengah bersiap melaksanakan ritual-ritual misa. Romo Prier pun mendapat sabetan parang dan mengalami luka di bagian punggung.

Berdiri di depan altar, pelaku mengayunkan parangnya kepada setiap orang yang berusaha mendekat. Petugas Polsek Gamping, Aiptu Munir, sempat mendapat sabetan ketika mencoba mengamankan pelaku.

Berselang kemudian, dua tembakan yang diarahkan ke lutut kiri dan lutut kanan berhasil melemahkan pergerakan pelaku. Massa yang semula mengitari pelaku dan berusaha membujuk, langsung mengeroyok pelaku sembari mengamankan senjata tajam yang dipegangnya. "Pelaku dibawa ke Rumah Sakit UGM, tapi tidak tahu meninggal atau tidak, belum tahu perkembangannya," kata Sukatno.

Kepolisian kemudian melansir, penyerang bernama Suliyono (22 tahun), warga Krajan, Kandangan, Pesanggrahan Banyuwangi, Jawa Timur. Salah satu keterangan soal identitas itu diperoleh dari ijazah yang dibawa penyerang dalam tasnya punggungnya.

"Ada ijazah di tasnya yang kita amankan," kata Kapolda DIY Brigjen Pol Ahmad Dhofiri saat meninjau tempat kejadian perkara, Ahad (11/2). Namun, ia belum bisa memastikan status pelaku, termasuk lembaga pendidikan ijazah tersebut.

Menurut Dhofiri, untuk saat ini masih belum bisa dipastikan asal muasal ijazah itu. Walau kabar yang beredar pelaku merupakan mahasiswa, ia menekankan, status pelaku sampai saat ini masih terus didalami. "Status tersangka kalau dari identitas mahasiswa, tapi kondisinya belum stabil jadi kita belum tahu pasti," ujar Dhofiri.

Dhofiri meminta masyarakat untuk sabar menunggu penyelidikan yang dilakukan kepolisian sampai tuntas. Sampai saat ini, belum didapatkan pula informasi yang mengaitkan pelaku ke jaringan-jaringan tertentu. "Kita belum bisa mengait-ngaitkan itu semua, fokus ke sini dulu, latar belakang dan jaringan belum tahu," kata Dhofiri.

Buya Syafii Maarif bisa dibilang sebagaitokoh pertama dari luar Gereja Santa Lidwina yang datang ke lokasi yang tak jauh dari kediamannya di Yogyakarta itu. Amarah tampak jelas menyelimuti wajahnya. "Saya benar-benar kecewa berat, kok di sini itu lho. Motifnya apa, suasana setempat kondusif, selama ini tidak ada persoalan," ujar Buya sebelum berlalu meninggalkan lokasi usai menyalami petinggi-petinggi gereja yang ditemuinya.

Hujan cukup deras terjadi selepas kemarin Ashar. Masyarakat yang sejak pagi berkumpul di sekitaran gereja satu per satu mulai kembali ke rumahnya. Hanya petugas kepolisian yang terlihat masih menjaga tempat kejadian perkara.

Menjelang Mahgrib, satu unit kendaraan penjinak bom tiba di lokasi Gereja Santa Lidwina. Namun, belum bisa dipastikan tujuan kehadiran petugas penjinak bom ke lokasi, selain melakukan penjagaan tambahan terhadap gereja. (Pengolah: fitriyan zamzami).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement