REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Advokat Fredrich Yunadi bersama dengan dokter dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau Bimanesh Sutarjo didakwa bekerja sama untuk menghindarkan ketua DPR Setya Novanto untuk diperiksa dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi KTP-Elektronik. Dakwaan hari ini dibacakan jaksa KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
"Terdakwa Fredrich Yunadi bersama dr Bimanesh Sutarjo melakukan rekayasa agar Setya Novanto dirawat inap di Rumah Sakit Medika Permata Hijau dalam rangka menghindari pemeriksaan penyidikan oleh penyidik KPK terhadap Setya Novanto sebagai tersangka perkara tindak pidana korupsi pengadaan KTP Elektronik (e-KTP)," kata jaksa Fitroh Rohcahyanto, Kamis (8/2).
Fredrich didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Upaya menghalang-halangi penyidikan ini dilakukan Fredrich pasca Novanto mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau, Kamis (16/11) malam
Fredrich sebagai pengacara dari kantor advokat Yunadi & Associates awalnya menawarkan diri untuk membantu mengurus permasalahan hukum yang dihadapi oleh Setya Novanto yang ditetapkan sebagai tersangka. Fredrich, dalam dakwaan disebut memberikan saran kepada Novanto untuk tidak memenuhi panggilan penyidik KPK.
"Untuk menghindari pemanggilan tersebut, terdakwa akan melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi sehingga Setya Novanto menyetujui terdakwa sebagai kuasa hukumnya sebagaimana surat kuasa tertanggal 13 November 2017," tambah jaksa Fitroh.
Pada 14 November 2017, Fredrich mengatasnamakan kuasa hukum dari Setya Novanto mengirimkan surat kepada direktur Penyidikan KPK. Inti suratnya, Setya Novanto tidak dapat memenuhi panggilan dari penyidik KPK dengan alasan masih menunggu putusan uji materi MK yang telah diajukan.
Pada 15 November 2017 Novanto tidak datang memenuhi panggilan penyidik KPK untuk diperiksa sebagai tersangka. Sehingga, kemudian sekitar pukul 22.00 WIB penyidik KPK melakukan upaya penangkapan dan penggeledahan di rumah Setnov yang beralamat di Jalan Wijaya XIII Nomor 19 RT.003/RW.003 Kebayoran Baru, Jakarta SeIatan.
Saat itu, penyidik KPK tidak menemukan keberadaan Novanto. Namun, bertemu dengan Fredrich yang menanyakan surat tugas, surat perintah penggeledahan dan surat penangkapan Novanto.
"Setelah penyidik KPK memperlihatkan surat-surat yang dimaksud namun terdakwa tidak bisa memperlihatkannya sehingga terdakwa lalu meminta kepada Deisty Astriani (istri Novanto) untuk menandatangani surat kuasa atas nama keluarga Setnov yang baru dibuat terdakwa dengan tulisan tangannya," ungkap jaksa.
Saat ditanya keberadaan Novanto, Fredrich juga mengaku tidak mengetahui. Padahal, sebelumnya ia menemuI Novanto di gedung DPR dan saat penyidik KPK datang, Novanto sudah lebih dulu pergi dari rumah bersama Azis Samual dan Reza Pahlevi (ajudan Novanto) menuju Bogor dan menginap di Hotel Sentul sambil memantau perkembangan situasi melalui televisi. Keesokan harinya Setnov kembali lagi ke Jakarta menuju gedung DPR.
Pada 16 November 2017 sekitar pukul 11.00 WIB. Fredrich menghubungi dr Bimanesh Sutarjo yang sebelumnya telah dikenalnya. Fredrich meminta bantuan agar Setnov dapat dirawat inap di RS Medika Permata Hijau dengan diagnosis menderita beberapa penyakit, salah satunya adalah hipertensi.
Dalam rangka menegaskan permintaan itu Fredrich sekitar pukul 14.00 WIB datang menemui dr. Bimanesh Sutarjo di kediamannya di Apartemen Botanica Tower 3/3A Jalan Teuku Nyak Arief Nomor 8 Simprug, Jakarta Selatan. Fredrich berusaha memastikan agar Setnov dirawat inap di RS Medika Permata Hijau.
"Terdakwa juga memberlkan foto data rekam medik Setnov di RS Premier Jatinegara yang difoto terdakwa beberapa hari sebelumnya padahal tidak ada surat rujukan dari RS Premier Jatinegara untuk dilakukan rawat inap terhadap Novanto di rumah sakit lain," tambah jaksa Kresno Anto Wibowo.
Pada sekitar pukul 18.45 WIB, Setnov tiba di RS Medika Permata Hijau dan langsung dibawa ke kamar VIP 323 sesuai dengan Surat Pengantar Rawat Inap yang dibuat dr Bimanesh. Setelah Novanto dilakukan rawat inap, terdakwa memberikan keterangan di RS Medika Permata Hijau kepada wartawan seolah-olah Fredrich tidak mengetahui adanya kecelakaan mobil yang dialami Setnov.
"Terdakwa juga memberikan keterangan kepada pers bahwa Novanto mengalami luka parah dengan beberapa bagian tubuh berdarah-darah serta terdapat benjolan pada dahi sebesar 'bakpao', padahal Setnov hanya mengalami beberapa luka ringan pada bagian dahi, pelipis kiri dan leher sebelah kiri serta lengan kiri," jelas jaksa.
Pada sekitar pukul 21.00 WIB, penyidik KPK datang ke RS Medika Permata Hijau mengecek kondisi Novanto yang ternyata tidak mengalami luka serius. Namun, Fredrich menyampaikan bahwa Setnov sedang dalam perawatan intensif dari dr Bimanesh sehingga tidak dapat dimintai keterangan.
Pada 17 November 2017, penyidik KPK hendak melakukan penahanan kepada Novanto setelah sebelumnya berkoordinasi dengan tim dokter di RS Medika Permata Hijau yang secara bergantian memeriksa kondisi Setnov. Namun, Fredrich menolak penahanan tersebut dengan alasan tidak sah karena Setnov sedang dalam kondisi dirawat inap.
Padahal, setelah Setnov dirujuk dari RS Medika Permata Hijau ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan dilakukan pemeriksaan oleh tim dokter dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) hasil kesimpulannya menyatakan bahwa Setnov dalam kondisi mampu untuk disidangkan (fit to be questioned).
Selanjutnya Novanto pun dapat dibawa dari rumah sakit ke kantor KPK untuk dimintai keterangan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan di rutan KPK. Ancaman pidana bagi Fredrich dalam dakwaannya adalah penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp 600 juta.