REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla menekankan, peningkatan keahlian melalui program vokasi di sekolah menengah kejuruan (SMK) perlu didukung perangkat yang mumpuni. Mulai dari kesiapan guru dan juga fasilitas pelatihan di sekolah-sekolah.
Untuk meningkatkan keahlian tersebut, Jusuf Kalla mengusulkan agar para ahli yang bekerja di perusahaan kontraktor dan sudah pensiun, bisa diangkat menjadi guru di sekolah kejuruan. Hal ini dapat menjadi salah satu upaya menciptakan link and match antara sekolah kejuruan dengan kebutuhan lapangan kerja.
"Jangan kita terbatas aturan tidak boleh, padahal mereka nganggur, bisa ngajar yang mungkin umurnya masih 55-an (mengajar) dengan pengalaman yang ada. Itu yang bisa mencapai link and match," ujar Jusuf Kalla ketika memberikan pengarahan dalam Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2018 di Pusdiklat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Rabu (7/2).
Terkait keahlian ini, Jusuf Kalla menyoroti tejadinya empat kecelakaan pembangunan infrastruktur dalam satu bulan terakhir. Menurut wakil presiden, kecelakaan ini disebabkan oleh kurangnya keahlian dalam bekerja.
"Kita butuh lapangan kerja banyak, tapi skill yang bisa mengerjakan ini kurang," kata Jusuf Kalla.
Karenanya, konsep keahlian dan inovasi harus berjalan bersamaan agar bisa mendapatkan hasil yang maksimal. Menurut Jusuf Kalla, kedua konsep ini harus diusung SMK sehingga menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Jusuf Kalla mencontohkan, sekolah-sekolah di Amerika Serikat mendorong murid-muridnya untuk berinovasi. Karena itu, banyak start up muncul di Negeri Paman Sam tersebut. Sementara di Jerman, Korea, dan Jepang lebih mendahulukan kemampuan skill atau keahlian.
Adapun, Indonesia sedang mendorong peningkatan keahlian melalui program sekolah vokasi. Menurut Jusuf Kalla, program sekolah vokasi ini harus dibarengi dengan kesiapan guru dan juga fasilitas pelatihannya.