Senin 29 Jan 2018 12:16 WIB

IPW: Polisi Jadi Penjabat Gubernur Bahaya Bagi Demokrasi

IPW menilai penunjukan Pati Polri menjadi Plt Gubernur menjadi preseden buruk.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Bayu Hermawan
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane
Foto: Republika/Prayogi
Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Police Watch (IPW) menilai rencana Mendagri yang hendak menjadikan dua pejabat Polri sebagai Penjabat Gubernur adalah ide yang sangat berbahaya bagi demokrasi. Ketua Presidium IPW Neta S Pane menilai, hal ini akan menjadi preseden bagi munculnya Dwifungsi Polri.

Padahal salah satu perjuangan reformasi menjatuhkan Orde Baru adalah memberangus Dwifungsi ABRI. Neta menilai, pemerintah harus bisa menjaga independensi dan profesionalisme Polri dan jangan berusaha menarik Polri ke wilayah politik praktis. Upaya penunjukkan itu, menurut Neta justru akan merusak citra Polri.

"Membuat Polri tidak profesional dan akan menimbulkan kecemburuan TNI," kata Neta, Senin (29/1).

Menurut Neta, Mendagri harus segera membatalkan rencananya. Mendagri harus paham bahwa tugas kedua jenderal polisi yang akan dijadikan plt gubernur itu sangat berat, terutama dalam mengamankan pilkada serentak.

Assisten Operasi Polri, yakni Irjen Pol Mochamad Iriawan yang akan dijadikan Plt Gubernur Jabar memiliki tugas mengendalikan pengamanan pilkada di seluruh Indonesia.

"Bagaimana dia bisa mengatasi kekacauan di daerah lain jika dia menjadi Plt Gubernur Jabar," kata Neta.

Sementara itu, Kadiv Propam yang akan jadi Plt Gubernur Sumut, bertugas mengawasi netralitas semua jajaran kepolisian di lapangan. "Bagaimana keduanya bisa menjadi wasit yang baik, jika keduanya juga ditarik tarik sebagai pemain," ujar Neta.

IPW berharap Polri sebaiknya menolak rencana dan usulan itu. Sehingga Polri tetap konsentrasi pada penjagaan keamanan di Pilkada 2018, dan kepolisian bisa profesional, proporsional dan independen, meski ada 10 perwiranya yang ikut Pilkada. Seharusnya plt gubernur tetap diserahkan kepada pejabat di kemendagri karena Dwifungsi Polri melanggar UU No 2 thn 2002 tentang kepolisian.

IPW berharap para birokrat sipil agar tidak memancing dan menarik Polri ke wilayah politik praktis ataupun ke wilayah pemerintahan sipil. Dalam situasi pilkada seperti sekarang ini, posisi polri dinilai tepat jika tetap profesional dan independen serta tetap menjadi polisi sbg penjaga keamanan.

"Jika pun terjadi konflik dalam proses Pilkada, Polri harus lebih bisa berdiri di antara semua kelompok dan tidak dituding berpihak pada satu kelompok," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement