Senin 29 Jan 2018 08:23 WIB

Imparsial: Penunjukan Pati Polri Jadi Plt Gubernur tak Tepat

Alasan penunjukan Pati Polri sebagai Plt Gubernur untuk jaga keamanan tak berdasar.

Rep: Ali Mansur/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Imparsial Al-Araf (kanan) menyampaikan pandangannya bersama Peneliti Setara Institute Indra Listiantara yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil dalam diskusi di Jakarta, Ahad (12/11).
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Imparsial Al-Araf (kanan) menyampaikan pandangannya bersama Peneliti Setara Institute Indra Listiantara yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil dalam diskusi di Jakarta, Ahad (12/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Imparsial Al Araf menilai, penunjukan perwira Polri aktif sebagai pelaksana tugas (Plt) Gubernur untuk Provinsi Jawa Barat (Jabar) dan Sumatera Utara tidak tepat. Penempatan perwira Polri aktif sebagai Plt Gubernur untuk menjaga pelaksanaan Pilkada berjalan aman, juga tidak bisa dijadikan alasan.

Al Araf menilai, Mendagri memang mempunyai kewenangan untuk menunjuk Plt Gubernur atau Bupati/Walikota agar roda pemerintahan di daerah khususnya di daerah-daerah yang menyelenggarakan Pilkada tetap terjaga. Namun demikian, rencana Mendagri untuk menempatkan perwira Polri aktif sebagai Plt Gubernur di Jawa Barat dan Sumatera Utara (atau di daerah lain) perlu untuk dikaji kembali.

"Pemilihan perwira Polri aktif oleh Mendagri tersebut kental dugaan dimensi politisnya. Kondisi ini tentu tidak hanya akan rawan politisasi tetapi menimbulkan kecurigaan publik adanya kepentingan politik di balik penunjukkan itu," kata dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/1).

Selain itu, kata Al Araf, dalih penempatan perwira Polri aktif itu dalam rangka menjamin keamanan di daerah rentan konflik merupakan alasan yang tidak berdasar. Dalam upaya memastikan keamanan pelaksanaan Pilkada, langkah yang penting dan perlu dilakukan adalah mendukung dan memperkuat peran dan tugas yang dijalankan oleh kepolisian itu sendiri.

Menurutnya, penempatan perwira polisi aktif sebagai Plt Gubernur di beberapa daerah bukannya memperkuat tetapi justru akan melemahkan peran-peran kepolisian di tengah proses pelaksanaan Pilkada. Langkah itu memunculkan polemik yang membuat kondisi politik menjadi kisruh. Itu bisa terjadi karena menempatkan institusi kepolisian akan disorot dan bahkan dicurigai sebagai instrumen pemenangan kandidat tertentu.

"Dinamika ini akan mendorong kondisi keamanan selama gelaran Pilkada 2018 berjalan tidak kondusif," tegasnya.

Bahkan dalam beberapa kasus di Pilkada yang lalu yakni Pilkada jakarta yang penuh dengan dinamika politik yang cukup panas, Plt gubernurnya berasal dari kalangan sipil dan bukan dari perwira Polri dan kondisi pilkada berjalan damai pada akhirnya. Dalam konteks itu, yang menentukan jaminan keamanan bukannya Plt gubernur akan tetapi langkah kepolisian yang antisipatif dalam mengamankan pilkada dibantu oleh masyarakat.

"Dengan demikian, dalih demi menjaga keamanan sehingga ditunjuk Plt gubernur oleh Mendagri dari perwira polri tidak berdasar dan berasalan," ujarnya.

Al Araf mengatakan, Mendagri sebaiknya menghindari langkah-langkah kebijakan yang justru hanya akan memicu polemik politis di publik dan mengancam dinamika pelaksanaan Pilkada yang demokratis, damai dan aman. Yakni dengan menunjuk pelaksana tugas kepala daerah di daerah tersebut berasal dari unsur pejabat pimpinan di Kementerian Dalam Negeri atau pemerintah Provinsi.

"Imparsial mendesak presiden Jokowi untuk memerintahkan Mendagri mengevaluasi ulang usulan plt gubernur dari kalangan Polri aktif," ujarnya.

(Baca juga: PDIP: Pati Polri Jadi Pejabat Gubernur Sudah Sejak Era SBY)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement