Selasa 23 Jan 2018 16:52 WIB

Paslon Pilkada Bali Dilarang Berkampanye di Rumah Ibadah

Meneriakkan yel-yel kampanye juga dilarang dalam kegiatan ibadah.

Parade budaya mewarnai perjalanan I Wayan Koster dan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Senin (8/1). Keduanya merupakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan berlaga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Bali 2018.
Foto: Republika/Mutia Ramadhani
Parade budaya mewarnai perjalanan I Wayan Koster dan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati alias Cok Ace ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Bali di Jalan Cok Agung Tresna, Denpasar, Senin (8/1). Keduanya merupakan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang akan berlaga di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Provinsi Bali 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- KPU dan Bawaslu Provinsi Bali, serta sejumlah pimpinan umat beragama menandatangani kesepakatan bersama larangan berkampanye di tempat-tempat ibadah terkait Pilkada 2018. Pasangan calon dilarang berkampanye di pura, masjid, gereja, vihara, dan tempat peribadatan lainnya.

"Sesuai dengan ketentuan pasal 68 ayat (1) huruf j PKPU Nomor 4 Tahun 2017 tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota, maka kampanye dilarang menggunakan tempat ibadah dan tempat pendidikan," kata Ketua KPU Provinsi Bali Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, di sela-sela penandatanganan kesepakatan tersebut, di Denpasar, Selasa.

Dalam kesepakatan itu disebutkan bahwa tempat ibadah umat Hindu, umat Muslim, umat Kristiani, umat Buddha dan umat Khonghucu, hanya diperuntukkan kegiatan ibadah, ritual, atau sembahyang. Selain itu, dalam kesepakatan juga dicantumkan bahwa dalam kegiatan ibadah/sembahyang/ritual dilarang menggunakan dan membawa atribut kampanye pasangan calon dan partai politik.

"Meneriakkan yel-yel yang berkaitan dengan kampanye juga dilarang dalam kegiatan ibadah atau sembahyang," ujar Raka Sandi.

Yang terakhir, lanjut dia dalam kegiatan ibadah atau sembahyang dilarang melakukan dharma wacana, dharma desana, khotbah, ceramah, dan kegiatan-kegiatan lain yang mengandung dan memenuhi unsur kampanye.

Dalam kesepakatan itupun disebutkan sejumlah nama-nama tempat ibadah berbagai agama dan batas-batasnya, yang dilarang untuk kegiatan kampanye. Seperti halnya tempat ibadah umat Hindu, yang dimaksud dalam kesepakatan itu adalah tempat suci untuk memuja Hyang Widhi Wasa/Tuhan dalam segala prabawa (manifestasinya) dan atma sidha dewata (roh suci leluhur), termasuk dari pura keluarga/kawitan, pura swagina dan pura khayangan tiga/khayangan jagat.

Di dalamnya termasuk semua mandala (utama mandala, madya mandala, dan kanista mandala) yang menjadi wilayah pura dan pelaba pura yang menempel dengan pura sebagai karang kekeran. Sementara itu, tempat ibadah umat Muslim adalah tempat ibadah yang berupa masjid, musholla, langgar/surau, TPQ (Taman Pendidikan Alquran), pondok pesantren termasuk fasilitas yang ada di halaman tempat-tempat tersebut di atas, demikian pula halnya tanah wakaf yang menjadi satu dengan tempat ibadah dimaksud.

Selanjutnya tempat ibadah umat Kristiani (Katolik dan Protestan) adalah semua fasilitas yang ada di dalam gedung dan areal gereja, rumah pendeta dan gedung serbaguna. Demikian juga disebutkan mengenai berbagai sebutan tempat ibadah umat Buddha dan Konghucu.

Selain ditandatangani pimpinan umat beragama, KPU dan Bawaslu Bali, kesepakatan bersama tersebut diteken pula oleh perwakilan Majelis Utama Desa Pakraman Provinsi Bali dan Forum Kerukunan Umat Beragama Provinsi Bali.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement