REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus penembakan oknum Brimob dirasa dapat mengganggu kepercayaan publik dan elektabilitas 10 anggota Polri yang mengikuti Pilkada Serentak 2018. Kasus tersebut juga menunjukkan lemahnya pengawasan terhadap anggota Korps Brimob oleh atasan dan institusinya.
"Kasus penembakan ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan terhadap anggota Korps Brimob oleh atasan dan institusinya," ujar Ketua Presidium Indonesia Police Watch (IPW), Neta S. Pane, Senin (22/1).
Lemahnya pengawasan itu, kata dia, membuat seorang anggota Korps Brimob dapat dengan bebas bergentayangan pada malam hari dengan membawa senjata api. Menurut Neta, sikap semaunya sendiri itu juga menunjukkan adanya masalah serius di lembaga elit kepolisian.
"Antara lain atasannya tidak punya wibawa dan tidak mampu mengawasi sikap perilaku anak buahnya," lanjut dia.
Neta juga mengatakan, kasus penembakan ini juga dapat mengganggu kepercayaan publik maupun elektabilitas 10 anggota Polri yang akan mengikuti Pilkada Serentak 2018. Di mana salah satu peserta Pilkada di Maluku merupakan mantan Dankor Brimob.
"Kasus ini sangat mencoreng Korps Brimob dan bisa berpengaruh serius pada mantan Dankor Brimob yang akan mengikuti pilkada di Maluku," terangnya.