REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif meminta agar lembaga yang dipimpinnya mendapat kewenangan mengusut korupsi swasta yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). "Dalam KUHP harus ada pasal yang mengatakan bahwa KPK juga memiliki kewenangan penanganan tindak pidana korupsi swasta," kata Laode di Jakarta, Sabtu (20/1).
DPR saat ini sedang memfinalisasi Rancangan undang-undang (RUU) KUHP yang menyepakati tindak pidana korupsi sektor swasta, yaitu murni dilakukan oleh pihak swasta tanpa mengikutsertakan penyelenggara negara, dimasukkan dalam KUHP. Sebenarnya, dia mengatakan, dalam legislasinya masih banyak kekurangan sehingga pada RUU KUHP akan mengatur hal tersebut.
Kendati demikian, penegak hukum yang berwenang untuk melakukan penindakan terhadap korupsi sektor swasta hanya Polri dan kejaksaan. KPK, katanya, tidak dimasukkan sebagai penegak hukum yang bisa mengusut korupsi tingkat swasta karena UU KPK no 30 tahun 2002 hanya memberikan kewenangan terhadap dugaan tindak pidana korupsi oleh penyelenggara negara.
Dia menambahkan, dalam KUHP sebelumnya, yang merupakan peninggalan Belanda, tidak diatur kewenangan untuk mengusut korupsi di sektor swasta. “Jika korupsi sektor swasta hanya dapat diinvestigasi oleh Polri dan kejaksaan adalah suatu kesalahan/kebodohan berpikir karena tidak ada alasan filosofi/sosial/legal yang dapat membenarkan hal tersebut,” katanya.
Laode mengatakan KUHP Indonesia akan jadi bahan tertawaan karena KPK dilarang menyidik/menuntut korupsi sektor swasta. Padahal, semua lembaga antikorupsi negara lain seperti ICAC, CPIB, SFO, FBI, SPRM dll melakukan penyidikan korupsi sektor swasta dan sektor publik.