Rabu 17 Jan 2018 15:23 WIB

Anak Putus Sekolah di Kabupaten Bogor Menurun

Rep: Adinda Pryanka/ Red: Gita Amanda
Sejumlah siswa SMP berjalan melintasi seorang anak gelandangan (putus sekolah) yang tertidur di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta.
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Sejumlah siswa SMP berjalan melintasi seorang anak gelandangan (putus sekolah) yang tertidur di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Jumlah anak putus sekolah di Kabupaten Bogor mengalami penurunan lebih dari 50 persen. Menurut data dari Dinas Pendidikan (Disdik) setempat, jumlah anak putus sekolah dari semua jenjang pendidikan SD, SMP dan SMA pada 2016 mencapai 3.941 siswa dan menjadi sekitar 1.000 orang pada tahun lalu.

Kepala Disdik Kabupaten Bogor, TB Luthfie Syam, mengatakan salah satu upaya untuk menekan angka putus sekolah yang telah berhasil dilakukan adalah meningkatkan aksesibilitas menuju sekolah. 'Sebab, poin ini yang kami lihat kritis," ujarnya ketika dihubungi Republika.co.id, Rabu (17/1).

 

Aksesibilitas sebagai tantangan bukan tanpa sebab. Luthfie menjelaskan, wilayah yang luas dan besar membuat masyarakat Kabupaten Bogor sulit menjangkau beberapa tempat. Terlebih, kekuatan ekonomi keluarga kerap menjadi kendala.

 

Kondisi ini tidak hanya terjadi pada satu kelompok masyarakat, melainkan merata. Sudah keluarganya susah, sekolah pun sulit dijangkau karena jauh. "Masalah ekonomi di sini tidak hanya berbicata biaya sekolah, melainkan transportasi," ucap Luthfie.

 

Upaya lain untuk menekan angka putus sekolah adalah memberi fasilitas formal lain guna menjangkau lebih banyak anak-anak Kabupaten Bogor. Termasuk di antaranya, pendidikan kelas jauh, kelas terbuka dan kelas satu atap.

 

Tapi, Luthfie mengakui bahwa pendidikan formal itu tidak bisa menutup lubang-lubang tersisa yang sebagiannya sudah ditutup melalui program Kartu Indonesia Pintar (KIP). "Masih banyak lubang tertinggal dan kami menutupinya dengan pendidikan non formal," katanya.

 

Beberapa saluran non-formal lain yang sudah digunakan adalah 46 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Pusat yang tersebar di 40 kecamatan ini dibentuk untuk menjaring peserta dalam mengikuti program kejar paket A, B dan C.

 

Tidak hanya itu, Disdik telah menjalin kerja sama dengan sejumlah pihak guna menekan angka putus sekolah. "Termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta pesantren. Kerja sama dilakukan sebagai upaya dalam menanggulangi putus sekolah," kata Luthfie.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement