REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan, 20 persen anak-anak sekolah jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) mengalami berhenti atau putus sekolah. Ada beberapa latar belakang atau penyebab anak-anak tidak melanjutkan sekolah.
"Angka putus sekolah di jenjang SLTA itu masih sangat tinggi. Masih lebih dari 20 persen anak-anak usia sekolah yang jenjang SLTA itu berhenti sekolah," kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti di Jakarta, Senin (30/6/2025).
Menurut Mendikdasmen, ada sejumlah faktor penyebab anak mengalami berhenti sekolah. "Yang pertama mereka tidak melanjutkan karena alasan ekonomi. Sebagian bukan karena alasan ekonomi, tetapi karena alasan yang berkaitan dengan ketersediaan, sarana, dan prasarana yang tidak memungkinkan mereka untuk belajar. Semangatnya ada, ekonominya ada. Tapi lembaganya tidak ada," kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti.
Penyebab ketiga, kata dia, perkawinan anak. "Ada realitas di mana pernikahan dini di negara kita masih sangat tinggi," ucapnya.
Keempat, lanjut dia, pandangan masyarakat yang menomorduakan pendidikan. Mu'ti mencontohkan di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB), banyak orang-orang yang memilih untuk bekerja dibandingkan menempuh pendidikan.
"Sumbawa itu banyak orang yang tidak sekolah, karena mereka sudah bisa bekerja, mendapatkan income yang lumayan tinggi tanpa harus sekolah. Mereka bekerja di sektor-sektor non-formal di pertambangan. Mereka bisa mendapatkan per hari itu antara Rp 300 ribu sampai Rp 350 ribu. Mereka mikirnya, tidak usah sekolah, sudah dapat pendapatan kayak gini. Ini juga menjadi salah satu tantangan tersendiri," kata Mendikdasmen Abdul Mu'ti.
Untuk itu, lanjut Mendikdasmen, pemerintah berupaya mengentaskan angka anak putus sekolah lewat Gerakan 1.000 Anak Putus Sekolah SMK Berdaya Lewat Program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Program Kecakapan Wirausaha (PKW).
Program tersebut, kata dia, diharapkan mampu menurunkan angka anak putus sekolah dan mengoptimalkan bonus demografi demi mencapai target Indonesia Emas 2045.