Rabu 17 Jan 2018 12:10 WIB

'Penghapusan Verifikasi Faktual Parpol Bentuk Diskriminasi'

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Bayu Hermawan
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (kanan)
Foto: Republika/Prayogi
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini (kanan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, keputusan penghapusan verifikasi faktual oleh DPR merupakan bentuk diskriminasi proses pemilu bagi parpol baru. Perludem menilai keputusan pada Selasa (16/1) tersebut berpotensi bermasalah secara legitimasi konstitusional.

"Kesepakatan (DPR) itu jangan mengakali akal sehat. Jangan membuat pemilu kita bermasalah secara legitimasi dan secara aspek konstitusionalitas," ujarnya, Rabu (17/1).

Titi mengingatkan ada berbagai hal yang dipertimbangkan Mahkamah Konstitusi (MK), sebelum memutuskan mengabulkan permohonan Partai Idaman mengenai verifikasi faktual parpol calon peserta Pemilu. Pertimbangan hukum pertama, jelasnya, MK bahwa semua parpolharus diperlakukan secara adil.

Kedua, MK mempertimbangkan pemekaran daerah dan pertambahan demografi. Ketiga, MK memandang bahwa parpol adalah badan hukum yg dinamis karena ada pergantian pengurus.

Keempat, MK harus mempertimbangkan terpenuhinya semua persyaratan yang ada pada parpol untuk menjadi peserta pemilu. Pertimbangan MK ini sudah disampaikan pada saat pembacaan putusan

"Merujuk kepada pertimbangan hukum yang pertama, soal perlakuan yang adil, jika verifikasi faktual dihilangkan, maka jelas-jelasada diskriminasi terhadap parpol baru yang saat ini telah menjalani proses verifikasi faktual," katanya.

Titi juga berpendapat, pemberlakuan peraturan KPU (KPU) mengenai verifikasi faktual, harus secara adil kepada semua parpol. Dia mengingatkan jika dalam PKPU sendiri mengenal tiga babak verifikasi, yakni pendaftaran kelengkapan berkas, penelitian administrasi serta verifikasi faktual.

"Sehingga tidak mungkin ini diubah tafsirnya soal tidak dikenalnya verifikasi faktual," ucapnya.

Sebelumnya,Komisi II DPR dan pemerintah menggelar rapat kerja menyikapi putusan MK mengenai verifikasi faktual. Rapat tersebut menyepakati bahwa tidak ada proses verifikasi faktual dalam menetapkan peserta pemilu 2019 mendatang. Ketua Komisi II DPR, Zainudin Amali mengatakan sistem informasi partai politik (Sipol) dinilai sudah sama dengan proses verifikasi faktual.

"Karena memang UU Nomor 7 tahun 2017 Pasal 173 tersebut, disitu hanya menyebutkan verifikasi saja. Nah apa yang sudah dilakukan oleh KPU selama ini dengan sipol, fraksi-fraksi, dan pemerintah menganggap sudah itulah verifikasi," kata Amali di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa.

Amali menambahkan keputusan MK tersebut justru mempermudah proses pendaftaran parpol verifikasi dan kemudian tanpa harus melanggar ketentuan waktu 14 bulan sebelum pemilihan umum parpol sudah diumumkan.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement