REPUBLIKA.CO.ID, SERANG - Pemerintah Provinsi Banten segera membentuk badan usaha milik daerah (BUMD) yang bergerak di bidang pertanian untuk mengantisipasi kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras. Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus M Tauchid mengatakan, tingginya harga beras saat para petani Banten sedang panen dan produksi padi sedang membaik, disebabkan Banten tidak menguasai barang dan jalur distribusi padi.
Selama ini padi yang dihasilkan di Banten mengalir ke daerah lain seperti Karawang, Jawa Barat. "Ke situ salah satunya." kata Agus di Serang, Senin (15/1).
Menurut Agus, agar hal tersebut tidak terulang, Pemprov Banten berencana akan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan membeli padi dari masyarakat dan mengelolanya menjadi beras. "Kalau itu terjadi, kami bisa melakukan pembelian terhadap hasil petani. Karena konkretnya, bagaimana mampu mengatasi kekurangan suplai di pasar karena tidak serta merta dari panen bisa menyuplai kebutuhan beras ke pasar, karena ada jeda," kata Agus.
Selain karena Banten tidak menguasai barang dan jalur distribusi padi dan beras, kata Agus, kenaikan harga pun diduga karena tingginya harga jual padi. Harga eceran tertinggi padi yang telah ditetapkan pemerintah, perkilogram seharga Rp3.750, namun nyatanya bisa mencapai Rp5.000. Ia mengatakan, jika harga bahan baku tinggi maka harga beras pun otomatis akan mahal.
Terkait produksi padi di Banten, kata Agus, selama satu tahun produksi bisa mencapi 2.420.000 ton, dan yang menjadi beras sekitar 1 juta ton. Produksi tersebut, kata dia, akan percuma jika pemerintah tidak menguasai barang dan jalur distribusi.
Sementara itu di Pasar Induk Rau Kota Serang, kenaikan harga beras berkisar antara Rp 2.000 hingga Rp 3.000 per kilogram. Tidak hanya beras kelas premium, kenaikan juga terjadi pada beras medium.
Pedagang beras di Pasar Induk Rau Kota Serang Maftuhi mengaku tidak tahu alasan kenaikan beras. Sebab, pasokan beras selama ini biasa saja dari bulan-bulan sebelumnya. "Pastinya naik sejak mulud. Waktu itu masih mending, nah habis mulud ini mulai loncat lagi," kata Maftuhi.
Ia mengatakan, harga beras naik Rp 2.000 per kilogram dari harga Rp 8.000 per kilogram menjadi Rp 10 ribu per kilogram, sedangkan untuk beras yang kualitas bagus naik dari harga Rp 10 ribu per kilogram menjadi Rp 13.500 per kilogram. "Ada yang lebih murah, orang sini bilangnya beras kondangan, awalnya Rp 6.500 sekarang Rp 9.000 per kilo," katanya.
Pedagang beras lainnya di Pasar Induk Rau, Muksin mengatakan, kenaikan harga beras terjadi sejak Desember 2017 lalu. "Harganya bikin pusing enggak menentu. Cuma enggak tahu penyebabnya," katanya.
Muksin mengaku, menjual beras kualitas satu dengan harga Rp 12.500 per kilogram dari harga sebelumnya Rp10.700 per kilogram. Ia mengaku sempat menanyakan alasan kenaikan beras kepada distributor. Dari penjelasan distributor, pemicu kenaikan beras karena harga gabah kering mengalami kenaikan.
"Kata distributor harganya naik Rp 6.000 lebih per kilogram, kadang sampai Rp 6.500," kata Mukhsin.