REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -– Forum Pemuda dan Mahasiswa Islam Jabar menggelar pertemuan dalam agenda 'Youth Movement 2018' bersama para tokoh pemuda dan mahasiswa yang bertempat di Gedung Wakaf Pro 99 Bandung, Sabtu (13/1). Tema pertemuan ini adalah 'Menjaga Identitas Politik Kaum Muda di Tengah Kisruh Politik Demokrasi'.
Diskusi dihadiri oleh perwakilan berbagai organisasi diantaranya dari Pemuda Muhammadiyah, BKLDK Jawa Barat, FPMI Jawa Barat, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Barat, Gema Pembebasan Jawa Barat, Para Ketua LDK, Perwakilan Media dan beberapa ketua organisasi mahasiswa lainnya. Dalam diskusinya para pemuda dan mahasiswa ini membahas berbagai persoalan menghadapi tahun politik kali ini, terutama kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di kalangan remaja, mahasiswa dan pemuda. Terlebih lagi saat ini pemilih pemula cukup banyak di Jawa Barat.
Ketua FPMI Jawa Barat Mashun Sofyan mengatakan, kegiatan ini merupakan bentuk edukasi kepada generasi muda dalam euphoria pesta demokrasi tahun ini dimana mereka pemilih pemula sangat rentan dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu. “Untuk mengembalikan identitas kaum muda. Mereka sangat rentan terhadap praktik politik pragmatis dan hal itu digunakan oleh kepentingan parpol” kata Mashun Sofyan dalam keterangannya yang disampaikan kepada Republika.co.id, Ahad (14/1).
Sekjen Gema Pemebasan Jawa Barat, Indra Lesmana mengatakan, hakikatnya 2018 merupakan tahun politik dan akan dipertontonkan banyak para calon yang melakukan pencitraan untuk mendapatkan popularitas dan simpati. “Berbicara masalah tahun politik ini menjadi sebuah ajang mengantarkan pada ambisi di semua tingkatan. Tentunya kita akan mendapatkan upaya-upaya pencitraan dilakukan, untuk mendapatkan popularitas dan simpati. Masalah kekuasaan merupakan kursi yang menggiurkan,” tuturnya.
Sedangkan Ketua BE Korwil BKLDK Jawa Barat Fauzi Ihsan Jabir menanggapi, bahwa ada dua kemungkinan sikap politik rezim ke depan. Menurutnya, rezim saat ini, ketika punya hajat besar pasti marah, maka timbullah kriminalisasi ulama dan pembubaran ormas yang dianggap penyebab kekisruhan.
Maka hal seperti itu ada dua kemungkinan. Pertama karena umat bersatu dan memiliki mayoritas suara yang banyak, maka para politisi pragmatis akan merapat ke kubu Islam, atau umat muncul atas keprihatinan. Atau kemungkinan kedua, mereka tetap bertahan dengan proyeksi yang terlanjur langsung dijalankan.
Sementara Ipank Fatin Abdullah dari Muslim Analyze Institute menyoroti kapabilitas pemuda saat ini yang kecil, namun masalah yang dihadapi besar. Kata dia, harus ada identitas sebagai pemuda ini untuk memainkan peran politik mereka.
"Kaum muda hari ini, hal pertama yang harus diselesaikan adalah mendefinisikan apa itu politik ? Orang yang memahami politik keliru akan berlaku kepada perilaku politiknya. Sekarang kita menghadapi masalah yang sangat besar, tapi dihadapi kapabilitas pemuda yang kecil,” tandasnya.