Ahad 14 Jan 2018 13:11 WIB

Dedi Mulyadi: Perlu Penataan Berkesinambungan di Citarum

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Hazliansyah
Warga berjalan menembus jalan yang terendam luapan air Sungai Citarum, di Desa Deyeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/11).
Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warga berjalan menembus jalan yang terendam luapan air Sungai Citarum, di Desa Deyeuhkolot, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Calon Wakil Gubernur Jawa Barat (Jabar) Dedi Mulyadi menilai Sungai Citarum merupakan ikon peradaban sunda. Akan tetapi, saat ini kondisi sungai terbesar di Jabar itu sangat memprihatinkan. Bahkan, Citarum disebut menjadi sungai terkotor di Indonesia.

"Perlu ada penataan dari hulu ke hilir dan berkesinambungan mengenai Citarum ini," ujar Dedi, kepada Republika.co.id, Ahad (14/1).

Menurut Dedi, bila Jabar tidak memiliki Citarum, maka peradaban di tanah sunda hilang. Tidak akan ada sentra-sentra pertanian seperti Karawang, Bekasi, Subang serta Purwakarta. Mengingat, daerah-daerah di hilir itu bisa terus tumbuh karena ada Citarum.

"Jangankan masyarakat Jabar, warga Jakarta juga bisa seperti saat ini karena ada Citarum. Apa pasalnya? Karena, air baku untuk warga Jakarta dikirim dari Waduk Jatiluhur melalui aliran Citarum," kata Dedi.

Akan tetapi, Citarum kini menjadi sungai terkotor di Indonesia. Limbah pabrik dan limbah rumah tangga menjadi satu di sungai tersebut. Tak hanya itu, Citarum juga mengalami pendangkalan dan penyempitan. Di sepanjang bantaran Sungai Citarum yang di wilayah hulu, dulunya ditanami pepohonan besar, kini berubah jadi perkebunan sayuran.

Kemudian, di wilayah hilir bantaran Sungai Citarum justru dibangun rumah-rumah yang jadi tempat bermukim warga. Akibatnya, ketika hujan deras di wilayah hulu, Citarum tak mampu lagi menampung debit air. Sehingga air dari aliran sungai itu membanjiri pemukiman warga.

"Kalau musim hujan, ribuan rumah kebanjiran akibat Citarum meluap. Jika musim kemarau, air Citarum berubah dari coklat menjadi hitam akibat limbah pabrik," ujar Dedi.

Karena itu dikatakannya perlu ada solusi tepat untuk mengatasi persoalan Citarum ini. Salah satunya, masyarakat di wilayah hulu harus segera dirangkul oleh pemerintah. Yaitu, menjadi penjaga hutan di hulu Citarum. Hutan ini tidak boleh dijamah oleh warga.

Selain itu, masyarakat yang tinggal di bantaran Citarum harus mengubah tata letak rumahnya. Sudah saatnya Citarum menjadi pekarangan bukan bagian belakang rumah lagi. Sebab filosofinya, pekarangan rumah itu akan terus dilihat, diurus dan dirawat.

Sedangkan, jika dibelakangi maka sungai itu hanya akan jadi septic tank atau area pembuangan sampah. Dengan begitu, lanjut Dedi, kedepan rumah warga yang ada di bantaran, pintunya harus mengarah kedepan Citarum.

"Supaya, tidak ada lagi warga yang buang sampah dan kotoran ke sungai. Citarum harus dijaga kelestariannya," ujar Dedi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement