Kamis 11 Jan 2018 13:14 WIB

BPN tak Bisa Batalkan Sertifikat HGB Pulau Reklamasi

Rep: Mas alamil huda/ Red: Muhammad Subarkah
Kondisi pulau reklamasi C dan D, Jumat (24/3).
Foto: Republika/Singgih Wiryono
Kondisi pulau reklamasi C dan D, Jumat (24/3).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan tidak bisa membatalkan dan menunda sertifikat hak guna bangunan (HGB) Pulau C, D dan G hasil reklamasi di Teluk Jakarta. BPN menilai penerbitan HGB sudah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

"Bahwa penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pulau D dilaksanakan atas permintaan Pemda DKI Jakarta, dan telah sesuai dengan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku," kata BPN dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Kamis (11/1).

BPN juga menyarankan Pemprov DKI untuk menempuh jalur peradilan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika ingin membatalkan sertifikan HGB. Berikut keterangan BPN terkait permohonan Gubernur DKI Anies Baswedan: Permohonan Gubernur DKI Jakarta untuk Menunda dan Membatalkan seluruh Hak Guna Bangunan yang Diberikan kepada Pihak Ketiga atas Seluruh Pulau Hasil Reklamasi antara Lain Pulau C, Pulau D dan Pulau G

Sehubungan dengan permohonan Gubernur DKI Jakarta untuk Menunda dan Membatalkan seluruh Hak Guna Bangunan yang diberikan kepada Pihak Ketiga atas seluruh pulau basil reklamasi antara lain Pulau C, Pulau D dan Pulau G, dengan ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional sampaikan hal-hal sebagai berikut:

1. Bahwa penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas Hak Pengelolaan (HPL) Pulau D dilaksanakan atas permintaan Pemda DKI Jakarta, dan telah sesuai dengan ketentuan administrasi pertanahan yang berlaku. Oleh karena itu tidak dapat dibatalkan dan berlakulah asas presumptio justae causa (setiap tindakan administrasi selalu dianggap sah menurut hukum, sehingga dapat dilaksanakan seketika sebelum dapat dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim yang berwenang sebagai keputusan yang melawan hukum). Penerbitan HGB tersebut didasarkan pada surat-surat dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang mendukungnya.

2. Korespondensi yang dikirim Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan seluruh Jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Badan Pertanahan Nasional, dalam pandangan Badan Pertanahan Nasional tidak bersifat non-retroaktif (apa yang sudah diperjanjikan tidak dapat dibatalkan secara sepihak) dan hanya berlaku ke depan. Karena apabila asas non-retroaktif diterapkan akan menimbulkan ketidakpastian hukum.

3. Terhadap HGB yang telah diterbitkan di atas HPL No. 45/Kamal Muara, perbuatan hukum dalam rangka peralihan hak dan pembebanan atau perbuatan hukum lainnya yang bersifat derivatif harus mendapatkan persetujuan dari pemegang HPL, dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

4. Apabila Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak sependapat dengan pandangan Kementerian ATR/BPN, dan akan membatalkan HGB di atas HPL No. 45/Kamal Muara, disarankan untuk menempuh upaya hukum melalui Lembaga Peradilan (Tata Usaha Negara dan/atau Perdata) dan apabila putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijde), kami akan menindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5. Terhadap Pulau C telah diterbitkan Sertifikat Hak Pengelolaan (HPL) pada tanggal 18 Agustus 2017 dengan Na. 46/Kamal Muara seluas 1.093.580 m2 tercatat atas nama Pemda DKI Jakarta, sedangkan terhadap Pulau G kami belum melakukan kegiatan administrasi pertanahan apapun (baik penerbitan HPL maupun HGB) sebelum ada persetujuan dari Pemerintah Provinsi DKI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement