REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terjadinya Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri membuka mata masyarakat akan pentingnya pemberian vaksin pada anak. Akan tetapi di tengah gencarnya pemerintah mengampanyekan vaksinasi, masih ada golongan masyarakat yang anti vaksin karena meragukan kehalalannya. Akibatnya, anak-anak mereka tumbuh besar tanpa memperoleh vaksinasi lengkap.
Melihat keadaan ini, Sekretaris Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia Soedjatmiko menyerukan agar masyarakat tak menanggapi seruan anti vaksin tersebut. "Kalau ada yang bilang hidup mati itu urusan Allah saya memilih no comment. Jangan didebat karena semakin didebat akan semakin berisik. Kalau semakin ditanggapi ibaratnya mereka makin mendapat bahan bakar. Sudah diamkan saja," kata Soedjatmiko dalam Forum Group Discussion Indonesia Bebas Difteri yang digelar pada Ahad (7/1) di Jakarta.
Medis Saudi Kampanyekan Vaksinasi
Menurutnya, berita hoaks seputar vaksin yang menyebar di media sosial bersumber dari mulut ke mulut dan tinjauan literatur lama di tahun 1960-an. Bahkan jika ada yang menyebut bahwa vaksinasi adalah strategi Yahudi dan Amerika Serikat maka itu adalah politisasi. "Kabar bahwa vaksin itu haram juga hoaks. Saya ikut menyusun fatwa MUI 2016. Tidak ada yang menyatakan bahwa vaksin itu haram," kata dia.
Ia menambahkan vaksin diperbolehkan apabila tindakan itu bisa mencegah kematian atau kecacatan. Apabila anjuran itu dinyatakan oleh para ahli maka hukum vaksin adalah wajib.Memang ada klausul yang menyebut sebaiknya vaksin menggunakan material halal. Tetapi jika material itu tidak ada maka diperbolehkan menggunakan apapun yang ada.
"Isunya berputar di situ terus karena setiap detik ada ibu-ibu baru. Sehingga, setiap hari banyak yang belum tahu informasi yang benar tentang imunisasi," kata Soedjatmiko.
Menurutnya siapapun sebaiknya diimunisasi difteri karena penyakit ini sudah masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kumannya sudah menyebar ke mana-mana. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan, pada pekan pertama Januari sudah ditemukan 15 kasus difteri. Sementara sejak ditetapkan sebagai KLB hingga 2 Januari silam, kasus difteri di Indonesia angkanya mencapai 939 kasus.