REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Keberadaan lorong bawah tanah atau gorong-gorong bekas peninggalan Belanda di Kota Sukabumi akan dikaji sebagai warisan cagar budaya. Hal ini sebagai rekomendasi dari kegiatan ekpedisi lorong bawah tanah yang dilakukan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Sukabumi.
"Hasil dari ekpedisi ini diantaranya untuk dikaji lagi sebagai warisan cagar budaya," ujar Kepala Bidang Penelitian dan Pembangunan (Litbang) Bappeda Kota Sukabumi Eneng Rahmi kepada wartawan Rabu (3/1). Ekpedisi lorong bawah tanah ini kata dia dilakukan pada Oktober hingga Desember 2017 lalu.
Lokasi ekpedisi lanjut Eneng, berada di dua kecamatan yakni Gunung Puyuh dan Warudoyong. Selain dikaji sebagai benda cagar budaya lanjut dia lorong bawah tanah atau saluran air ini juga dalam pengkajian sebagai lokasi obyek wisata.
Terutama ungkap Eneng, dari kajian keamanan ketika menyusuri terowongan atau lorong bawah tanah tersebut. Tim ekpedisi juga kata dia merekomendasi lorong bawah tanah ini dapat membantu sistem drainase perkotaan.
Eneng menerangkan, hasil dari ekpedisi ini menunjukkan ada 20 titik lorong bawah tanah di dua kecamatan. Di Gunung Puyuh lorong bawah tanah ukuran terpanjang mencapai 38,82 meter di Sekip dengan bentuk inlet atau outlet bentuk roti.
Ketinggian lorong sekitar dua meter dan lebar 2,50 meter. Sementara ukuran lorong terpendek sepanjang 2,6 meter di Warung Adang dengan bentuk kotak-kotak setengah lingkaran.
Sementara di Kecamatan Warudoyong keberaaan lorong terpanjang berada di Jalan Pelabuhan II sepanjang 43,96 meter. Bentuk inlet atau outlet lorong bawah tanah ini berupa kotak bentuk roti dengan ketinggian tiga meter dan lebar 2,50 meter.
Wali Kota Sukabumi Mohamad Muraz mengatakan, lorong bawah tanah ini merupakan saluran pembuangan air berupa got yang tinggi dibangun Belanda membentang di Kota Sukabumi. Sarana yang kini disebut lorong bawah tanah ini membentang mulai dari mulai Toserba Yogya Jalan RE Martadinata, toko ABC hingga ke Jalan Pasundan.
Muraz mengungkapkan, saluran air yang dibangun pemerintahan Belanda mengikuti model yang dibangun di negara Eropa. Di mana ketinggian saluran air tersebut sekitar satu meter lebih. Sementara saluran air yang dibangun saat ini hanya skeitar 40 centimeter.
Dikatakan Muraz, pada waktu kecil dahulu ia pernah mencoba memasuki saluran air bawah tanah bersama dengan anak-anak yang lain. Saat ini pun lanjut dia saluran air atau lorong bawah tanah ini pun masih bisa dilalui.
Sekarang ada wacana sarana ini jadi obyek wisata, boleh saja yakni wisata penelusuran got, imbuh Muraz. Namun ia menerangkan saat ini saluran ini banyak yang membuang kotoran. Pada waktu dulu kata dia ada orang yang secara rutin membersihkannya.